Operator berlomba-lomba melakukan uji coba jaringan 4G LTE berbasis seluler, termasuk yang tengah digelar XL Axiata di sejumlah mal di Jakarta. Namun perlu diingat, ini belum fase komersialisasi alias masih trial.
Menurut Menkominfo Rudiantara, untuk menjalankan LTE ada tiga hal yang harus dipersiapkan. Dimana jika salah satu absen, maka tidak bisa jalan. Ketiga hal tersebut adalah terkait capital intensif (investasi), teknologi, serta regulasi.
Dijelaskan Rudiantara, capital intensif itu terkait investasi yang siap digelontorkan untuk membangun infrastruktur LTE. "Jadi nunggu uangnya ada, kapan uangnya ada?" ujar menteri yang sebelumnya telah malang melintang di industri telekomunikasi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terakhir, adalah urusan regulasi. Nah, inilah yang masih menjadi PR Kominfo untuk menerbitkan regulasi LTE yang pas buat Indonesia.
Pun demikian, Rudiantara tak mau alasan regulasi mandek membuat operator tak bisa berinovasi. Artinya, jika mau melakukan inovasi lewat trial and error, silakan saja dilakukan. Asalkan, tak melanggar aturan.
"Nggak usah menunggu regulatory. Yang penting tidak menggunakan sumber daya alam nasional yang terbatas. Natural limited resources itu nggak dipakai. Jadi tidak dikeluarkan lagi frekuensi baru," ungkapnya.
"Selama mereka menggunakan bandwidth yang sudah ada dialokasikan sama mereka, jalanin saja," Rudiantara mengimbau.
Justru lewat banyaknya uji coba, menteri ingin melihat lahirnya inovasi baru sekaligus untuk lebih mempersiapkan dengan lebih baik lagi teknologi yang nantinya akan dilempar ke publik.
"Sambil nanti menyiapkan dananya yang besar, karena kan dananya nggak mudah. Regulatory juga belum ada. Dan hasil dari uji coba teknis ini akan kita gunakan sebagai rujukan pembuatan regulatory framework," jelasnya.
Terkait framework regulasi, Rudiantara juga tak mau dibikin ribet, tinggal melihat yang sudah berjalan di luar, disesuaikan dengan kondisi Indonesia baru diaplikasikan.
Β
"Kita di dunia sudah ada kan. Kita nggak usah reinvent the wheel lah. Ngapain juga, kita kan bukan negara yang paling jago di bidang itu. Jadi kita lihat mana di negara lain, aplikasinya seperti apa, kemudian kita cocoknya di mana, mana yang paling bagus buat kepentingan masyarakatnya lebih bagus," paparnya.
"Sudah jalanin begitu saja, susah amat. Nggak usah terlalu njelimet gitu," lugas Rudiantara.
Apa Mungkin 2015?
Sementara ketika ditanyakan apakah mungkin jika komersialisasi 4G LTE seluler bisa digelar pada tahun 2015, menkominfo tak berani sesumbar.
"Nanti kita bicarakan dengan teman-teman di Kominfo dulu. Karena kan tidak hanya itu (regulasi) aspeknya," tutupnya.
Misalnya UU Telekomunikasi yang sekarang tahun 36/1999 itu PP-nya ada dua:
PP Penyelenggaraan dan PP Tentang Frekuensi. Dimana menurut Ruadiantara itu adalah warisan rezim perizinan.
"Sekarang kita harus mulai shifting, bukan hanya izin, tapi apa aspek pelayanannya. Standar pelayanan minimum seperti apa? Agar, kepentingan masyarakat juga terlindungi," lanjutnya.
Menteri juga belum tahu apakah aturan itu harus direvisi atau tidak, yang penting kepentingan masyarakat itu lebih diutamakan.
Termasuk juga terkait tarif yang juga harus sebanding dengan standar pelayanan minimumnya. Apalagi Indonesia memiliki UU Perlindungan Konsumen.
"Tapi belum ada turunannya, khususnya untuk telekomunikasi. Kemudian apakah harus menunggu itu? Tidak harus, kita kan bisa self regulatory. Misalkan ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia), ayo ATSI bikin sendiri di antara ATSI. Kemudian APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), ayo bikin di antara APJII," kata Rudiantara.
"Jadi pemerintah itu hanya jadi fasilitator, pembuat policy maker, kemudian tanda tangan. Pemerintah itu bukan operator, pemerintah saya katakan ada dua
Dia punya kontrol dari APBN, satu lagi adalah policy maker".
"Pemerintah adalah pembuat perintah. Jadi mesti kerjanya memerintah, ayo begini, perintah terus perintah terus. Kalau nggak jangan (jadi) pemerintah," tutupnya.
(ash/ash)