RPM ini akan mengatur prosedur koordinasi antara Smart Telecom sebagai penyelenggara PCS 1900 dan para operator 3G atau UMTS seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Axis Telekom Indonesia, dan Hutchison CP Telecommunications.
Hadirnya rancangan aturan ini akan menjadi pintu masuk untuk menetapkan blok 11 dan blok 12 yang tersisa di frekuensi 2,1 GHz bisa digunakan dan dilelang bagi pihak-pihak berminat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa hal penting yang dibahas diaturan ini adalah penyelenggara sistem PCS1900 wajib memenuhi batasan level emisi spektrum (spectrum emission mask) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam memenuhi batasan level emisi spektrum disaat pengujian sebagaimana dimaksud, penyelenggara sistem PCS1900 wajib mencapai level Out of Band Emission (OOBE) maksimum sebesar -47 dBm untuk RBW 100 kHz, dan mencapai nilai 79 dBc sebagai selisih minimum antara level OOBE dengan level daya pancar maksimum.
Dalam hal hasil pengujian jika level emisi spektrum belum terpenuhi, penyelenggara sistem PCS1900 wajib memasang perangkat Filter tambahan di titik referensi pemancar sistem PCS1900.
Terakhir, penyelenggara sistem PCS1900 wajib melakukan koordinasi dengan penyelenggara sistem UMTS sebagai bagian dari kewajiban mencegah dan mengatasi terjadinya gangguan harmful interference terhadap sistem IMT-2000.
Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) M Ridwan Effendi menjelaskan, rancangan aturan ini sebagai dasar blok 11 dan 12 bisa digunakan. "Nanti akan ada tiga RPM menyusul," katanya lewat pesan singkat.
(rou/rou)











































