Hacker Bjorka memberi pesan menohok untuk Kominfo agar berhenti menjadi orang idiot. Pengamat menilai, Kominfo memang punya tanggung jawab karena merekalah yang membuat kebijakan.
Alih-alih untuk memperketat keamanan data registrasi SIM card prabayar, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) justru meminta semua pihak, termasuk masyarakat menjaga data pribadi masing-masing agar tidak bocor. Pengamat keamanan siber mengkritisi pernyataan tersebut.
"Dalam kasus kebocoran data registrasi nomor seluler jelas masyarakat tidak bisa disalahkan. Dari mana para peretas mendapatkan data jutaan sampai miliaran, kan tidak mungkin meretas satu persatu penduduk Indonesia," ujar Chairman CISSReC Pratama Persadha, Rabu (8/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, secara teknisnya adalah peretas melakukan pencurian data ke suatu server dan sistem di mana di sana dikumpulkan data nomor seluler masyarakat Indonesia," sambungnya.
Selain itu, Pratama menambahkan, provider juga tidak bisa disalahkan, karena yang bocor ini lintas provider. Ia menilai tidak mungkin satu provider memegang data provider lain.
"Dari sampel data yang diunggah peretas jelas bahwa ada banyak nomor dari seluruh provider di tanah air," ucapnya.
Maka dari itu, Pratama mendesak agar Kominfo blak-blakan kondisi yang terjadi sesungguhnya terkait kebocoran data SIM card prabayar tersebut. Sebab, Kominfo menggelar program registrasi nomor seluler, sehingga seharusnya Kominfo tahu di mana sumber kebocoran data tersebut.
Di sisi lain, Indonesia saat ini belum memiliki dasar hukum yang kuat akan data pribadi di dunia maya. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih terus dibahas antara pemerintah yang dalam hal ini Kominfo dan Komisi I DPR
"Memang belum ada UU PDP sehingga pihak yang bertanggungjawab atas kebocoran data ini tidak bisa dikenai hukuman. Namun sesuai Permenkominfo nomor 20 tahun 2016, PSE yang mengalami kebocoran data ini harus diumumkan ke masyarakat. Kalau sampai beberapa waktu ke depan tidak ada pengumuman sumber kebocoran data, ini akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan data pribadi di tanah air," tutur Pratama.
Sebagai catatan serius bagi Kominfo juga, disampaikan Pratama, ditemukan satu NIK dan KK digunakan untuk ribuan nomor. Ini mengkonfirmasi kasus serupa beberapa tahun lalu saat dimulainya program registrasi nomor seluler.
Lebih lanjut, Pratama menyebutkan, Kominfo yang awalnya hanya membatasi satu NIK KK untuk maksimal tiga nomor per provider, namun pada akhirnya membatalkan pembatasan tersebut.
"Jadi, ini semakin menegaskan bahwa seharusnya Kominfo yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kebocoran data ini," imbuhnya.
Selain masalah pengamanan, Kominfo perlu memperbaiki mekanisme pembatasan penggunaan NIK dan KK untuk maksimal jumlah nomor terdaftar.
"Ini yang menjadi pangkal banyaknya nomor perdana prabayar digunakan untuk kegiatan buzzer anonim dan penipuan," pungkas Pratama.
(agt/fay)