Rusia Jadi Korban Terparah Ransomware WannaCry
Hide Ads

Rusia Jadi Korban Terparah Ransomware WannaCry

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Senin, 15 Mei 2017 15:38 WIB
Ilustrasi WannaCry Foto: @ilhamnegara
Jakarta - Nama Rusia seringkali naik ke permukaan sebagai asal dari serangan cyber, namun dalam serangan ransomware WannaCrypt -- sering diplesetkan jadi WannaCry --, Rusia jadi korban yang paling parah.

Dari ratusan negara yang menjadi korban serangan ransomware tersebut, Rusia adalah korban yang paling parah. Jumlah percobaan serangan WannaCry di Rusia jauh melewati angka-angka di negara lain, demikian dikutip detikINET dari New York Times, Senin (15/5/2017).

Kementerian Dalam Negeri Rusia menyebut ransomware WannaCry menyerang sekitar seribu komputer di departemennya yang menggunakan sistem operasi Windows. Kemudian mereka menyebut kalau komputer-komputer tersebut sudah diisolasi dari jaringan milik kementerian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saksikan video 20detik tentang Ransomware WannaCry di sini:




Data ini dikeluarkan oleh Kaspersky Lab, perusahaan antivirus yang berasal dari Rusia. Menurut mereka, serangan WannaCry di Rusia berhasil melumpuhkan komputer-komputer milik badan pemerintahan, sementara sejumlah bank, operator seluler dan lainnya berhasil menangkis ransomware yang akan menyandera data-data tersebut.

"Di sini kemanusiaan yang menjadi korban terorisme cyber. Ini adalah sinyal yang mengkhawatirkan, tak sekadar sinyal melainkan ancaman langsung terhadap masyarakat yang berfungsi normal dan sistem pendukung kehidupan yang penting," ujar Frants Klintsevich, Deputy Chairman di Komite Pertahanan Senat Rusia.

Ransomware WannaCry berbasis pada program yang dikembangkan National Security Agency (NSA) milik Amerika Serikat. WannaCry akan menyandera data korban dan meminta uang tebusan jika korbannya ingin data tersebut dikembalikan.

WannaCry memanfaatkan celah keamanan di sistem operasi jadul Microsoft, juga sistem operasi anyar yang tak memperbarui patch keamanannya. Menurut Europol, ransomware ini mulai menyerang pada Jumat (12/5/2017) lalu dan dua hari kemudian sudah menginfeksi sekitar 200 ribu komputer di 150 negara. (asj/rou)