Periset Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memajukan negeri. Akan tetapi, faktor dana tak dapat diabaikan sebagai salah satu faktor terbesar Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara lain.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Arif Satria menyebutkan bahwa ada lima hal yang setidaknya berperan dalam mendorong riset suatu negeri. Pertama, adalah human capital. Dalam hal ini, Indonesia tak kalah karena banyak sekali peneliti lulusan kampus ternama yang menempuh pendidikan hingga doktoral.
"Untuk riset itu kan, faktor pertama ada human capital, kedua dana, ketiga infrastruktur, keempat tema riset, kelima ekosistem. Jadi kalau kita mau riset hebat, lima itu aja. Nah, human capital kita hebat, infrastruktur kita hebat, meskipun kita harus bina," ujar Arif di acara 'Media Lounge Discussion' di Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, peneliti Indonesia berjumlah 300 dari satu juta penduduk. Angka ini, walaupun masih di bawah negara maju yang mencapai 1.000-3.000 peneliti per satu juta penduduk, masih berpotensi terus meningkat.
Dana tak dimungkiri adalah halangan terbesar dalam memajukan riset di RI. Akan tetapi, BRIN tak tinggal diam dan meningkatkan dana riset hingga 4-5 kali lipat dari sebelumnya.
"BRIN sudah mengusungkan tambahan dana untuk riset. Periset juga realistis melihat kondisi dana, tapi ketika dana sudah kita naikkan 4-5 kali lipat, dan masih mengatakan kurang lagi justru saya ingin menambahkan lagi," aku Arif.
Apabila dana strategis yang telah direncanakan yakni sebesar Rp 1,9 triliun masih dianggap kurang, maka BRIN juga akan mempertimbangkan penambahan. Diketahui bahwa BRIN menyiapkan dana riset Rp 1,9 triliun pada 2026 melalui skema RIIM, berfokus pada ketahanan pangan, energi, kesehatan, dan kebencanaan.
"BRIN punya peran dalam mengelola APDB juga, sehingga kita juga berhubungan dengan direktur APDB. Kita selalu ngobrol," ungkap Arif.
Kini, PR yang diharapkan BRIN untuk para periset adalah akselerasi tanpa lagi tersandung masalah dana riset. Dengan kerja keras peneliti dan monitoring dari BRIN, diharapkan target yang dapat dicapai dapat menjadi lebih besar.
"Tiga tahun, Tiongkok itu sudah bisa membuat banyak hal yang lebih canggih. Kita terlalu butuh waktu. Tapi justru sekarang itu fungsinya semakin perakselerasian, percepatan riset," tandasnya.
(ask/rns)