Peneliti Virus Dengue Tedjo Sasmono Minta Pemerintah Naikkan Dana Riset
Hide Ads

Peneliti Virus Dengue Tedjo Sasmono Minta Pemerintah Naikkan Dana Riset

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 10 Nov 2025 21:11 WIB
Peneliti virus dengue R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D.
Peneliti virus dengue R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. Foto: Rachmatunnisa/detikINET
Jakarta -

Peneliti virus R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. menekankan perlunya perhatian lebih dari pemerintah terhadap pendanaan riset dan pendidikan sains.

Hal ini ia sampaikan saat berbicara di acara Habibie Prize 2025, sebagai salah satu dari lima ilmuwan terkemuka penerima penghargaan. Ia menjawab pertanyaan moderator yang menanyakan kontribusi apa yang dibutuhkan dari negara agar para peneliti seperti dirinya konsisten menghasilkan riset penting.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentu saja kontribusi negara sangat penting. Persentase APBN untuk riset masih kecil. Itu perlu dinaikkan nantinya. Negara maju sudah science-based dalam mengambil keputusan. Indonesia juga harus ke sana, semua kebijakan sebaiknya berbasis data dan sains," ujarnya di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).

"Saya kira seperti itu. Ada perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan lagi dana sains, pendidikan, dan sebagainya," tegasnya.

ADVERTISEMENT
Peneliti virus dengue R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D.Peneliti virus dengue R. Tedjo Sasmono berbicara di panggung Habibie Prize 2025. Foto: Rachmatunnisa/detikINET

Puluhan Tahun Meneliti Virus Dengue

Nama Tedjo Sasmono tak asing di dunia penelitian bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Ia merupakan peneliti senior Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman BRIN, dan sudah menjadi periset di LBM Eijkman sejak 1994.

Sederet prestasinya yang mentereng antara lain masuk dalam jajaran 2% saintis teratas dunia (Top 2% World Ranking Scientists) pada 2021 yang dirilis peneliti dari University of Stanford, John Ioannidis bersama Jeroen Baas dan Kevin Boyack.

Setelah lebih dari 25 tahun meneliti virus dengue, Tedjo menerima Habibie Prize 2025 bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Konsistensinya memetakan genom virus dengue di berbagai wilayah Indonesia menjadi kontribusi penting bagi pengendalian penyakit demam berdarah di Tanah Air.

"Ini soal istiqamah, konsistensi. Saya menekuni bidang ini lebih dari 25 tahun karena dengue itu penyakit yang kita hadapi setiap hari sebagai negara tropis," ujarnya.

"Bahkan anak saya sendiri sempat terkena dengue. Itu menunjukkan betapa dekatnya penyakit ini dengan kehidupan kita," kenang Tedjo.

Selama lebih dari dua dekade, Tedjo dan timnya berfokus pada virologi dan biologi molekuler dengue. Mereka meneliti bagaimana virus menular, beradaptasi, dan berevolusi di berbagai wilayah Indonesia.

"Virus dengue ada empat tipe: 1, 2, 3, dan 4. Kami memetakan hampir seluruh Indonesia, dari 15 provinsi lebih, untuk melihat perbedaan genom dan perilakunya," jelasnya.

Menurutnya, data genomik lokal sangat penting karena setiap daerah memiliki karakter virus dan pola penularan berbeda. Informasi ini kini menjadi dasar untuk riset vaksin dan sistem diagnostik yang lebih akurat.

Peneliti virus dengue R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D.Tedjo Sasmono (keempat dari kiri) menerima penghargaan Habibie Prize 2025 dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (bersalaman). Foto: Rachmatunnisa/detikINET

Dari Laboratorium ke Kebijakan Publik

Penelitian Tedjo tak berhenti di laboratorium. Data yang dihasilkan timnya kini digunakan oleh Kementerian Kesehatan dan World Health Organization (WHO) untuk memahami pola penyebaran virus di Indonesia.

"Dari sisi genomiknya dimanfaatkan untuk pengembangan vaksin. Itu juga menggunakan genom Indonesia," ujarnya.

Ia juga menyebut keberhasilan ilmuwan dalam menurunkan kasus dengue melalui vaksin QDENGA dan penerapan teknologi Wolbachia, yang terbukti mampu mengurangi hingga 77% kasus dengue di Yogyakarta.

"Itulah bukti bahwa ilmu pengetahuan itu bisa bermanfaat untuk kesehatan umat manusia. Karena dengan ilmu pengetahuan bisa didapatkan vaksin," tambahnya.

Bagi Tedjo, penelitian bioteknologi bukan hanya soal sains, tapi juga misi kemanusiaan. Ia menambahkan, COVID-19 mengajarkan bahwa Indonesia harus mandiri menghadapi pandemi berikutnya. Ia pun berharap banyak agar generasi muda peneliti Indonesia terus belajar dan konsisten.

"Anak-anak, adik-adik yang masih muda-muda tetap konsisten a. Terus belajar, bermimpi besar boleh, didukung dengan infrastruktur, pengetahuan, update ilmu, supaya Indonesia tidak kekurangan critical mass untuk peneliti," pesan Tedjo.

Ia juga menyebut penghargaan Habibie Prize 2025 yang didapatkannya menjadi simbol penting pengakuan bagi peneliti Indonesia. "Terima kasih banyak untuk rekognisi ini," ujarnya.

Habibie Prize merupakan bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan negara kepada para ilmuwan dan pakar yang telah mendedikasikan karya serta penelitiannya untuk kemajuan bangsa. Penghargaan ini sekaligus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, serta menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan generasi muda.

Nama penghargaan ini diambil dari sosok Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998. Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.

Tahun ini, BRIN memberikan penghargaan kepada lima penerima:

  • Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)
  • R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. (Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi)
  • Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)
  • Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)
  • Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan)




(rns/rns)
Berita Terkait