Seni Cadas Berusia 12.000 Tahun Ungkap Peradaban di Gurun Arab

Rachmatunnisa - detikInet
Minggu, 05 Okt 2025 06:48 WIB
Foto: Nature Communications
Jakarta -

Gurun-gurun gersang di Arabia utara tampaknya bukan jenis iklim yang disukai manusia purba, tetapi temuan-temuan baru mengubah hipotesis tersebut. Para arkeolog telah menemukan ukiran unta, ibex, kijang, dan kuda seukuran manusia asli yang dipahat tinggi di lereng tebing gurun, serta peralatan, manik-manik, dan indikasi adanya perkemahan sementara.

Secara kolektif, penemuan-penemuan ini menunjukkan fakta bahwa manusia tidak hanya hidup di sini selama Zaman Es terakhir dan era Holosen yang lebih hangat, tetapi mereka juga meninggalkan sebuah karya seni yang tetap terlihat di atas pasir bertahun-tahun kemudian.

Fakta Baru

Selama beberapa dekade, para peneliti berasumsi bahwa jantung Arabia kosong selama fase terdingin dari periode Maksimum Glasial Terakhir, sekitar 25.000 hingga 10.000 tahun yang lalu. Lapisan es yang luas mengunci air di tempat lain di dunia, mengubah sebagian besar Arabia menjadi gurun yang sangat gersang, terlalu keras untuk menampung pemukiman manusia permanen. Manusia diasumsikan telah menghindari wilayah tersebut hingga kondisi basah yang lebih ramah tiba pada masa Holosen.

Pendapat tersebut kini telah berubah. Penggalian arkeologi di tiga lokasi, Jebel Arnaan, Jebel Mleiha, dan Jebel Misma, mengungkapkan bahwa perairan sesekali mulai muncul sejak 17.000 tahun yang lalu.

Lekukan-lekukan dangkal ini, yang sebelumnya bukan danau yang subur, memerangkap air dalam jumlah yang cukup untuk menjadi jalur kehidupan. Data tersebut mengungkapkan bahwa manusia menetap jauh lebih awal dari yang diperkirakan, tidak hanya menyimpan peralatan batu dan api unggun, tetapi juga karya seni monumental.

Rahasianya terletak pada sedimen dasar danau purba yang dikenal sebagai playa. Pengeboran parit di Jebel Misma mengungkap endapan pasir dan lempung berselang-seling yang tertiup angin, bukti bahwa air mengendap di sini dalam interval yang singkat dan lebih lembap. Penanggalan luminesensi mengungkapkan bahwa danau-danau dangkal ini mulai terbentuk antara 17.000 hingga 13.000 tahun yang lalu, ribuan tahun lebih awal daripada seluruh fase lembap Holosen.

Kolam-kolam sementara ini bukanlah oasis permanen. Oasis-oasis ini tidak terhubung dengan sisa-sisa vegetasi lebat atau lapisan tanah yang dalam. Sebaliknya, oasis-oasis ini bersifat sementara, terbentuk setelah hujan dan menguap kembali. Meskipun demikian, bahkan luapan air sementara ini pun terbukti cukup memadai bagi masyarakat yang bermigrasi untuk digunakan sebagai batu loncatan melintasi gurun.

Foto: Nature Communications

Puluhan Seni Cadas

Di dekat playa, 62 panel seni cadas berisi 176 ukiran, 130 di antaranya berukuran asli, didokumentasikan oleh para arkeolog. Ukurannya sungguh mengesankan, ada unta setinggi tiga meter, ibex bertanduk melengkung, serta kuda dan rusa dipahat dengan detail yang realistis. Panel-panel tersebut dipasang pada ketinggian yang luar biasa. Di satu tempat, para pengukir memanjat tebing sempit untuk mengukir 23 unta dan kuda seukuran aslinya di dua sisi tebing, masing-masing selebar 23 meter. Banyaknya karya menunjukkan bahwa ini bukanlah coretan acak, melainkan ekspresi budaya yang bermakna.

"Ukiran-ukiran besar ini bukan sekadar seni cadas, kemungkinan besar merupakan pernyataan kehadiran, akses, dan identitas," kata Dr. Maria Guagnin dari Max Planck Institute of Geoanthropology, direktur studi tersebut, dikutip dari Nature Communications.

Sementara Dr. Ceri Shipton dari University College London mengatakan, "Seni cadas ini menandai sumber air dan garis pergerakan, kemungkinan menandai klaim teritorial dan memori antargenerasi."

Berbeda dengan ukiran kuno lainnya yang terkubur di celah-celah batu, ukiran-ukiran Arab ini memang dirancang untuk dilihat. Beberapa di antaranya berada hampir 40 meter di atas permukaan gurun, dan visibilitasnya menjadi bukti keseriusan simbolisnya.

Petunjuk di Balik Seni

Di bawah ukiran-ukiran tersebut, para arkeolog menemukan peralatan batu, perapian, manik-manik, pigmen, dan keramik, bahkan sisa-sisa tulang hewan. Di salah satu parit Jebel Arnaan, sebuah alat yang mungkin digunakan untuk mengukir terkubur berlapis-lapis, berasal dari sekitar 12.000 tahun yang lalu. Perapian-perapian tersebut telah dikaji berdasarkan penanggalan radiokarbon dan dipastikan bahwa manusia telah berada di situs tersebut sekitar 12.800 hingga 11.400 tahun yang lalu, pada periode Neolitikum Pra-Tembikar A yang juga ditemukan di Levant.

Peralatan-peralatan ini merupakan kisah tentang hubungan budaya. Mata panah El Khiam dan Helwan, bor, dan bilah pisau ditemukan oleh para ilmuwan. Manik-manik yang terbuat dari kerang laut impor dari jarak lebih dari 300 kilometer menunjukkan adanya perdagangan atau perjalanan jarak jauh.

Pigmen seperti bubuk mineral hijau menunjukkan adanya kegiatan simbolis atau seremonial. Semua temuan ini menghubungkan masyarakat gurun Arabia dengan jaringan budaya yang lebih luas, jauh di luar hamparan pasir.

Penemuan ini lebih dari sekadar gambaran sekilas tentang masa lalu. Hasil-hasil ini menunjukkan bagaimana manusia beradaptasi terhadap tekanan iklim, yang sangat relevan saat ini. Dengan memahami bagaimana masyarakat-masyarakat awal bertahan dalam kondisi yang berfluktuasi dan bergejolak, para peneliti modern lebih mampu menilai akar dari ketahanan manusia.

Ukiran-ukiran tersebut juga memunculkan ekspresi dan komunikasi budaya, yang menyoroti pentingnya seni sebagai teknik mengingat dan bertahan hidup. Bagi Arab Saudi, penelitian ini menambah kedalaman warisan budaya, menawarkan potensi untuk pelestarian, pembelajaran, dan pariwisata yang akan memungkinkan manusia untuk mengalami sejarah manusia yang kaya.



Simak Video "Video: Indonesia Punya 699 Zona Iklim, Kok Bisa?"

(rns/rns)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork