Salamander Raksasa Hasil Hibrida Bikin Bingung Ilmuwan

Rachmatunnisa - detikInet
Selasa, 30 Sep 2025 05:45 WIB
Salamander raksasa China, tampak seperti bebatuan. Foto: IFL Science
Jakarta -

Berukuran hampir sebesar manusia kecil, salamander raksasa China adalah salah satu amfibi terbesar di dunia. Hewan dengan wujud seperti gumpalan ini terkadang disebut fosil hidup, karena mereka berasal dari garis keturunan yang membentang hingga 170 juta tahun yang lalu. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, sebuah fenomena baru telah muncul dalam kisah mereka yang berliku-liku, hibrida.

Tumbuh hingga 1,8 meter, salamander raksasa China berasal dari aliran sungai pegunungan berbatu di China Tengah. Dengan kepala datar, mata kecil, dan lipatan kulit keriput yang longgar, mereka tampak aneh sehingga sering dikira batu berbintik atau dinosaurus pipih.

Mereka terdaftar sebagai spesies 'sangat terancam punah' dalam Daftar Merah IUCN, terutama akibat penangkapan berlebihan. Di wilayah mereka, China, hewan langka ini dihargai mahal sebagai makanan lezat dan digunakan dalam pengobatan tradisional.

Sepanjang 1960-an hingga 1970-an, ratusan hewan ini diimpor ke Jepang sebagai makanan baru dan hewan peliharaan eksotis. Konon, pemerintah Jepang berusaha membatasi restoran yang menyajikan daging langka ini pada 1973. Perdagangan tersebut gagal, menyebabkan banyak pedagang melepaskan hewan-hewan yang tersisa dari China ke wilayah Jepang.

Ada juga laporan tentang ratusan salamander raksasa yang diimpor ke sebuah rumah pribadi di Prefektur Okayama, banyak di antaranya diyakini telah melarikan diri. Sejumlah kecil salamnder bertahan hidup di ekosistem baru ini, tempat mereka bersentuhan dengan kerabat dari genus yang sama, salamander raksasa Jepang.

Para ilmuwan telah mencatat bagaimana kedua spesies ini berhasil 'cocok' dan mulai berhibridisasi di sungai-sungai Jepang. Dalam sebuah studi di 2024, para peneliti mengumpulkan 68 sampel dari salamander raksasa di Sungai Kamogawa, Kyoto, serta beberapa sampel dari koleksi pribadi, akuarium, dan kebun binatang di seluruh Jepang.

Salamander raksasa di Jepang, mirip dengan yang di China tapi berbeda. Foto: IFL Science

Mereka menemukan bahwa beberapa individu ini merupakan hibrida salamander raksasa Jepang dan salamander raksasa China, yang terbentuk dari perkawinan silang kedua spesies tersebut. Dalam beberapa kasus, tampaknya keturunan hibrida juga kawin satu sama lain atau dengan spesies lain dari populasi yang 'murni secara genetik', menciptakan campuran hibriditas dan percampuran gen yang lebih mendalam.

Bahkan di luar hibrida, salamander raksasa merupakan masalah taksonomi yang rumit. Pada 2019, para ilmuwan mengonfirmasi bahwa salamander raksasa China sebenarnya terdiri dari tiga spesies berbeda, dengan salamander raksasa China Selatan sebagai yang terbesar. Kemudian, pada 2024, penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa mereka mungkin sebenarnya terdiri dari sembilan spesies berbeda.

Membagi mereka menjadi lebih banyak spesies membuat upaya konservasi mereka menjadi sulit. Meskipun perlindungan telah ada untuk beberapa spesies yang telah diakui, perlindungan tersebut tidak secara otomatis berlaku untuk spesies yang baru diidentifikasi, banyak di antaranya masih belum memiliki nama resmi.

Di Jepang, isu konservasi ini bahkan lebih sulit karena adanya hibrida. Tidak ada salamander China liar murni yang terlihat di Jepang sejak 2011, yang berarti mereka hampir punah di sana. Spesies ini juga dengan cepat punah di negara asalnya, China, dan kemungkinan akan segera punah.

Para konservasionis kini berlomba-lomba menemukan salamander raksasa terakhir yang masih hidup, terutama betina, untuk membangun program pengembangbiakan dan melindungi masa depan mereka. Tantangannya rumit karena upaya mereka harus memisahkan spesies China dan Jepang, namun mereka terlihat hampir identik dan terkenal sulit dibedakan tanpa tes DNA yang canggih.



Simak Video "Axolotl, Salamander Naga Air yang Terancam Punah"

(rns/rns)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork