Fosil dari Tanzania dan Zambia mengungkapkan kehidupan sebelum kepunahan terbesar di Bumi, memberikan petunjuk baru terkait kelangsungan hidup di zaman Bumi kuno.
Lebih dari 250 juta tahun yang lalu, kehidupan di Bumi menghadapi krisis yang paling menghancurkan, peristiwa global yang begitu parah sehingga memusnahkan hampir tiga perempat kehidupan di darat dan bagian yang lebih besar di lautan.
Kini, setelah 15 tahun penelitian lapangan yang melelahkan di Afrika selatan, para ilmuwan membawa bab sejarah kuno ini menjadi fokus yang lebih tajam.
Sebuah tim yang dipimpin oleh para ilmuwan dari University of Washington dan Field Museum of Natural History telah menemukan ratusan fosil terawetkan dari Tanzania dan Zambia.
Sisa-sisa ini berasal dari periode Permian, yang dimulai sekitar 299 juta tahun yang lalu dan berakhir sekitar 47 juta tahun kemudian. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan The Great Dying atau Kepunahan Terbesar.
Dengan menyatukan makhluk yang berkembang di Pangea selatan, daratan tunggal besar yang mendominasi dunia, tepat sebelum kepunahan ini, para peneliti mendapatkan wawasan berharga tentang dunia yang ada sebelum munculnya dinosaurus.
Christian Sidor, seorang profesor biologi di University of Washington dan kurator di Burke Museum, telah menghabiskan bertahun-tahun berjalan kaki melalui cekungan Ruhuhu, Luangwa, dan Mid-Zambezi yang kasar untuk mencari fosil.
"Kepunahan massal ini merupakan bencana bagi kehidupan di Bumi, dan mengubah jalannya evolusi. Tapi kami tidak memiliki pandangan komprehensif tentang spesies mana yang selamat, yang tidak, dan mengapa," kata Sidor seperti dikutip dari Brighter Side of News.
"Fosil yang kami kumpulkan di Tanzania dan Zambia akan memberi kita perspektif yang lebih global tentang periode yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah alam planet kita," imbuhnya.
Menggali Dunia yang Hilang
Proyek yang dimulai pada 2007 ini melibatkan beberapa ekspedisi selama sebulan di Afrika selatan, sering mengharuskan para peneliti untuk berjalan berkilo-kilometer di antara lokasi di bawah terik Matahari.
Setiap fosil yang mereka kumpulkan akan dikembalikan ke negara asal setelah penelitian selesai, sesuai dengan perjanjian yang dibuat dengan otoritas Tanzania dan Zambia. Banyak temuan digali langsung selama perjalanan ini, sementara yang lain berasal dari koleksi museum yang lebih tua yang telah disimpan beberapa dekade namun belum dipelajari.
Periode Permian menandai akhir dari Era Paleozoikum, usia ketika kehidupan hewan membuat lompatan dari air ke tanah dan diversifikasi ke ekosistem yang kompleks. Di Prangea selatan, hutan, lahan basah, dan dataran gersang adalah rumah bagi amfibi, herbivora seperti reptil, dan predator yang menakutkan.
The Great Dying, yang penyebab pastinya masih diperdebatkan, menghancurkan sebagian besar komunitas ini dan membuka jalan bagi Era Mesozoikum, yang ditandai munculnya dinosaurus, mamalia, dan tanaman berbunga.
Menceritakan Kisah Lebih Luas
Selama beberapa dekade, catatan fosil terbaik dari periode ini berasal dari Cekungan Karoo Afrika Selatan. Namun, ahli paleontologi menyadari pada awal 1930-an bahwa lapisan batuan di Tanzania dan Zambia menawarkan catatan kehidupan yang sama sebelum dan sesudah kepunahan. Temuan baru ini memberikan kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk membandingkan berbagai wilayah Pangea kuno secara rinci.
"Kami sekarang dapat membandingkan dua wilayah geografis Pangea yang berbeda dan melihat apa yang terjadi baik sebelum dan sesudah kepunahan massal Permian. Kita benar-benar bisa mulai mengajukan pertanyaan tentang siapa yang selamat dan siapa yang tidak," sebutnya.
Penelitian tim, yang diterbitkan di Journal of Vertebrate Paleontology, menggambarkan beberapa spesies yang baru diidentifikasi. Ini termasuk dicynodonts pemakan tumbuhan, memiliki ciri tubuh jongkok, gading, menggali dengan moncong seperti paruh, serta ada juga gorgonopsian bergigi, predator puncak pada masa mereka.
Mereka juga menemukan amfibi seperti salamander besar yang dikenal sebagai temnospondyl. Setiap penemuan menambahkan bagian baru pada teka-teki tentang bagaimana ekosistem berfungsi sebelum kepunahan membentuk kembali keanekaragaman hayati planet ini.
Mengisi Kesenjangan di Timeline
Sidor dan rekan-rekannya telah menerbitkan analisis utama tentang hewan pasca-kepunahan dari cekungan Ruhuhu dan Luangwa. Penelitian terbaru ini melihat lebih jauh ke belakang, menangkap bab-bab terakhir Permian sebelum bencana melanda.
Jumlah dan kualitas spesimen yang dikumpulkan dari Zambia dan Tanzania sangat luar biasa sehingga para ilmuwan sekarang dapat membuat perbandingan tingkat spesies yang terperinci dengan fosil dari Afrika Selatan. Ketepatan semacam ini memungkinkan ahli paleontologi untuk menguji ide-ide baru tentang bagaimana kehidupan menanggapi stres lingkungan yang besar.
"Bagian-bagian Zambia dan Tanzania ini mengandung fosil yang benar-benar indah dari Permian. Mereka memberi kita pandangan kehidupan yang belum pernah terjadi sebelumnya di darat yang mengarah ke kepunahan massal," ujar Sidor.
Studi dan Temuan Masa Lalu
Penelitian dalam periode Permian telah lama dilakukan berdasarkan fosil dari Karo Basin Afrika Selatan. Kerja lapangan awal di Tanzania dan Zambia, dimulai pada 1930an, mengisyaratkan bahwa daerah-daerah ini memiliki simpanan yang sama kayanya. Selama beberapa dekade, para ilmuwan kadang-kadang mengunjungi cekungan, tetapi proyek-proyek berskala besar dan terkoordinasi jarang terjadi.
Pada 2018, Sidor, Angielczyk, dan kolaborator mereka menerbitkan analisis menyeluruh tentang hewan yang hidup setelah Kepunahan Massal. Studi ini mengungkapkan bagaimana komposisi spesies bergeser secara dramatis, dengan para penyintas beradaptasi untuk mengisi peran ekologis yang kosong ditinggalkan pasca-bencana. Penelitian sebelumnya ini memberikan dasar untuk penelitian saat ini, yang berfokus pada kehidupan sebelum peristiwa kepunahan.
Dengan membangun gambaran yang lebih jelas tentang seperti apa kehidupan sebelum kepunahan terbesar dalam sejarah Bumi, para ilmuwan dapat lebih memahami pola yang membentuk kelangsungan hidup dan pemulihan setelah krisis lingkungan global. Pengetahuan ini dapat membantu para peneliti mengidentifikasi tanda-tanda peringatan dalam ekosistem saat ini, banyak di antaranya menghadapi tekanan yang didorong oleh iklim.
Penelitian ini juga memperkuat kemitraan ilmiah dengan Tanzania dan Zambia, memastikan warisan fosil dipelajari secara bertanggung jawab dan dikembalikan untuk generasi mendatang. Di luar kalangan akademis, penemuan-penemuan ini memiliki kekuatan untuk menginspirasi kepentingan publik dalam paleontologi dan memperdalam pemahaman kita tentang ketahanan dan kerentanan kehidupan di Bumi.
Simak Video "Video: Ngerinya Letusan Gunung Lewotobi Laki-laki Disertai Badai Petir"
(rns/rns)