Pewarna kerap ditambahkan untuk mempercantik sebuah makanan, dengan begitu tampilannya akan lebih menggugah selera. Tak cuma itu, kosmetik juga memerlukan pewarna agar memancarkan riasan yang cantik di wajah penggunanya.
Salah satu warna yang paling banyak digunakan adalah merah. Tapi tahu tidak, detikers? Ternyata ada salah satu pewarna merah yang diambil dari serangga kering yang kemudian dihancurkan.
Pewarna itu dikenal dengan sebutan carmine atau karmin. Pewarna makanan ini juga disebut ekstrak cochineal, yang berasal dari spesies serangga Dactylopius coccus Costa. Serangga ini masuk dalam ordo Hemiptera dan famili Dactylopiidae. Biasanya mereka hidup di Amerika Utara dan Selatan.
Serangga Dactylopius termasuk jenis kutu daun. Dia memiliki berat sekitar 45 mg dan biasanya menjadi parasit pada kaktus (genus Opuntia).
Melansir situs Dr. Axe, penggunaan karmin sudah ada sejak tahun 1500-an, ketika suku Aztec menggunakan serangga ini untuk mewarnai kain. Kini, karmin digunakan untuk banyak hal seperti pewarna makanan, kosmetik, sabun dan sampo, hingga pelapis pil.
Karmin dibuat dengan menghancurkan serangga cochineal betina. Serangga tersebut dipanen, dijemur, dan dihancurkan. Serangga tersebut kemudian dimasukkan ke dalam larutan asam yang menghasilkan asam karmin. Ini menghasilkan pewarna merah terang yang dapat diubah dengan penggunaan boraks atau larutan lainnya. Pigmen yang dihasilkan ialah ekstrak karmin.
Fakta menariknya, indigo karmin adalah jenis pewarna lain yang juga dibuat dengan asam karmin, tetapi tidak berasal dari serangga cochineal.
Untuk menghasilkan pewarna merah alami, sebuah laporan menyebutkan bahwa butuh sekitar 70.000 serangga untuk menghasilkan satu pon pewarna karmin.
Informasi tambahan, karmin dapat menimbulkan reaksi alergi parah bagi beberapa orang. Oleh karena itu,bahan tersebut perlu diberi label khusus sebagai 'ekstrak karmin' atau 'cochineal' pada label bahan.
Simak Video "Video AS Setop Pewarna Makanan Sintetis Berbasis Minyak Bumi"
(ask/rns)