Kepolisian Greenland menangkap salah satu pendiri Greenpeace dan aktivis lingkungan antiperburuan paus Paul Watson. Ia ditangkap berdasarkan surat perintah internasional yang dikeluarkan oleh Jepang.
"Kapal yang ditumpangi Watson baru saja berlabuh pada Minggu (21/7) di Nuuk, ibu kota Greenland untuk mengisi bahan bakar dalam perjalanannya untuk 'mencegat' kapal pabrik perburuan paus milik Jepang di Pasifik Utara," demikian pernyataan Captain Paul Watson Foundation (CPWF).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Video yang diunggah CPWF di media sosial menunjukkan petugas memborgol Watson di anjungan kapal John Paul DeJoria, menggiringnya ke dalam mobil polisi di sisi dermaga, dan membawanya pergi.
Polisi mengatakan Watson akan dibawa ke pengadilan distrik tempat mereka akan meminta penahanannya, sebelum keputusan diambil mengenai apakah ia harus diekstradisi ke Jepang atau tidak.
Watson, yang tampil dalam reality show dokumenter 'Whale Wars', mendirikan Sea Shepherd dan organisasi CPWF, dan telah menarik perhatian atas aksinya dalam gerakan antiperburuan paus, termasuk konfrontasi langsung dengan kapal pemburu paus di laut.
CPWF mengatakan pihaknya meyakini penangkapannya terkait dengan Red Notice Interpol yang terkait dengan aktivitas antiperburuan paus yang dilakukan Watson sebelumnya di Antartika.
Kelompok tersebut menambahkan bahwa penangkapan tersebut merupakan sebuah 'kejutan' mengingat pengacara CPWF sebelumnya telah melaporkan bahwa Red Notice telah dicabut.
"Namun, tampaknya Jepang telah merahasiakan pemberitahuan tersebut untuk memudahkan perjalanan Paul guna melakukan penangkapan," kata pernyataan CPWF, dikutip dari AFP.
Misi Menyelamatkan Paus
Pemerintah Jepang pada hari Senin (22/7) tidak memberikan komentar apapun. Namun juru bicara penjaga pantai Jepang mengatakan bahwa pihaknya mengetahui penangkapan tersebut.
"Penjaga pantai akan terus mengambil langkah-langkah yang tepat berdasarkan koordinasi dengan entitas terkait," kata juru bicara itu.
CPWF mengatakan kapal itu sedang dalam perjalanan menuju Lintasan Barat Laut dalam kampanyenya untuk misi mencegat kapal pabrik Jepang yang baru dibangun, Kangei Maru, di Pasifik Utara.
"Kapal induk berbobot 9.300 ton yang berangkat dari Jepang pada bulan Mei ini membantai paus yang ditangkap dan dibunuh oleh kapal-kapal yang lebih kecil," tulis laporan AFP.
Kendaraan laut ini dilengkapi dengan mesin derek yang dapat mengangkut bangkai paus seberat 70 ton melalui jalur landai, serta 40 kontainer pembeku yang masing-masing berkapasitas 15 ton daging paus.
Pihak Jepang berpendapat bahwa memakan daging paus adalah bagian dari budaya mereka dan berkaitan dengan ketahanan pangan di negaranya yang mengimpor daging hewan dalam jumlah besar.
Namun konsumsi daging paus telah turun menjadi sekitar 1.000 atau 2.000 ton per tahun dibandingkan pada tahun 1960-an.
Perburuan Kapal
Sebelumnya, para aktivis telah melakukan perburuan kapal secara agresif mengejar pendahulu Kangei Maru. Saat itu, sebelum tahun 2019, Jepang gencar memburu paus di Antartika dan Pasifik Utara dengan alasan untuk tujuan ilmiah.
Tahun itu Jepang keluar dari International Whaling Commission (Komisi Perburuan Paus Internasional) dan sekarang melakukan perburuan paus komersial, tetapi hanya di perairannya sendiri. Jepang menyebut tindakannya ini skala berkelanjutan.
Meskipun demikian, CPWF menduga Jepang bermaksud untuk memperluas perburuan paus di laut lepas di Samudra Selatan dan Pasifik Utara pada tahun 2025.
Ditambahkannya, mereka yakin pengaktifan kembali Red Notice terhadap Watson bermotif politik, bertepatan dengan peluncuran kapal baru mereka.
Red Notice dikeluarkan pada tahun 2012, dengan pernyataan interpol yang sama mengatakan Watson dicari oleh Jepang atas tuduhan menyebabkan kerusakan dalam dua insiden di Samudra Antartika di tahun 2010 terhadap kapal pemburu paus Jepang.
Simak juga Video 'Greenpeace Sebut Penggunaan Energi Fosil Perparah Krisis Iklim Indonesia':
(rns/afr)