Bertentangan dengan teori populer yang menyatakan bahwa komet atau asteroid es membawa air ke Bumi yang baru lahir dan kering, sebuah teori lain menunjukkan bahwa Bumi mungkin planet yang menghasilkan pasokan air paling awal.
Air ini mungkin berasal dari interaksi kimia antara atmosfer yang kaya akan hidrogen, yang menurut para peneliti menyelimuti Bumi muda, dan lautan magma yang sangat besar di permukaan planet tersebut.
"Dalam kondisi ini, air terbentuk sebagai produk sampingan alami dari semua proses kimia yang terjadi," kata rekan penulis studi Anat Shahar, seorang ilmuwan di Carnegie Institution for Science di Washington DC, dikutip dari Space.com, Selasa (28/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keunikan Bumi di Tata Surya salah satunya disebabkan oleh banyaknya air yang mendominasi lebih dari 70% permukaannya, jauh lebih banyak dibandingkan planet lain mana pun di lingkungan kosmik kita. Namun, kapan dan dari mana asal begitu banyak air masih menjadi misteri dan para ilmuwan belum menemukan jawaban langsung dan pasti.
Salah satu teori populer berpendapat bahwa dampak asteroid kemungkinan besar menghasilkan sebagian besar air di planet ini, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa air yang terkunci di dalam asteroid secara kimiawi berbeda dengan air di Bumi.
Kini, para ilmuwan mengatakan melimpahnya persediaan air yang menjadikan Bumi seperti sekarang ini muncul berkat atmosfer yang kaya hidrogen pada awal sejarah planet ini.
Menurut penelitian mereka, air bisa 'tumbuh' di Bumi jika pada saat Bumi baru lahir berukuran 0,2 hingga 0,3 kali ukurannya saat ini. Pada pertumbuhannya, Bumi terus berkembang dan mengumpulkan lebih banyak gas dan debu di sekitarnya.
Dalam hal ini, Bumi muda akan memiliki massa yang cukup besar untuk mampu mempertahankan atmosfernya dalam waktu yang lama, sehingga akan jauh lebih kaya akan hidrogen daripada jumlah yang kita lihat saat ini.
Untk diketahui, atmosfer Bumi saat ini terdiri dari 78% nitrogen. Sedangkan hidrogen hanya mencakup kurang dari satu bagian per juta lapisan pelindung Bumi.
"Hanya dengan mengubah kondisi awal terbentuknya Bumi, kita dapat menghasilkan banyak air yang masuk ke dalam planet dan atmosfernya," kata Shahar kepada Space.com
Atmosfer kaya hidrogen seperti ini sering terlihat di sekitar banyak planet berbatu yang baru terbentuk di luar Tata Surya kita. Jenis exoplanet yang paling umum adalah super-Earth, yakni planet yang lebih besar dari Bumi tetapi lebih kecil dari Neptunus.
Para astronom sebelumnya telah menemukan bahwa atmosfer beberapa planet ekstrasurya ini memiliki jejak uap air, bahkan di dunia yang memiliki suhu dan tekanan tinggi.
"Planet ekstrasurya muda umumnya memiliki atmosfer yang kaya hidrogen selama beberapa juta tahun pertama pertumbuhannya," kata Shahar dalam sebuah pernyataan.
"Akhirnya selubung hidrogen ini menghilang, namun meninggalkan jejaknya pada komposisi planet muda," jelasnya.
Jadi, alih-alih mempelajari exoplanet dengan mempelajari Bumi, tim Shahar membalikkan keadaan dengan memperlakukan Bumi sebagai exoplanet dan memahami tahun-tahun awalnya dengan cara baru.
Dengan memanfaatkan temuan dari studi planet ekstrasurya, tim melakukan simulasi selubung hidrogen di sekitar Bumi muda dan mempelajari dampaknya bagi evolusi planet.
"Apa yang kami temukan adalah dengan memperlakukan Bumi sebagai planet ekstrasurya (dikelilingi oleh hidrogen), kami dapat menjelaskan banyak karakteristik Bumi, termasuk kandungan airnya," kata Shahar.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature, April 2023 ini, peneliti mengembangkan model untuk mempelajari 25 senyawa dan 18 reaksi kimia yang berbeda.
Mereka menemukan bahwa sejumlah besar hidrogen dari atmosfer akan bercampur dengan lautan magma cair di permukaan bawah, yang kemudian memadat untuk membentuk lapisan terbesar dan paling tebal di Bumi, yaitu mantel. Stok air yang berlimpah di planet ini kemudian terbentuk sebagai konsekuensi sederhana dari reaksi kimia ini, demikian temuan mereka.
Tim tersebut mengatakan pergerakan molekul hidrogen ringan dari atmosfer Bumi ke bagian dalam Bumi yang cair pada awal sejarah Bumi menjawab dua pertanyaan terbuka yang sudah lama ada, yakni seberapa besar jumlah air cair yang ada di permukaan Bumi dan mengapa inti planet ini, yang sebagian besar terdiri dari besi, kurang padat dibandingkan perkiraan para ilmuwan.
"Kami mempelajari sesuatu yang baru tentang planet kita dengan melihat kumpulan data eksoplanet yang besar. Menjawab pertanyaan dari sudut pandang ilmu kebumian dan astronomi adalah kuncinya!," kata Shahar.
(rns/fay)