Observatorium Atacama Universitas Tokyo resmi dibuka di Chile, setelah perencanaan dan pembangunan yang menghabiskan waktu 26 tahun.
Nama resminya adalah University of Tokyo Atacama Observatory (TAO), yang berlokasi di Gunung Chajnantor, Gurun Atacama, Chile yang berada di ketinggian 18.500 kaki atau 5.638 meter di atas permukaan laut.
Sebagai perbandingan, Puncak Jaya Wijaya -- gunung tertinggi di Indonesia -- ketinggiannya adalah 4.884 meter, dan Gunung Everest -- gunung tertinggi di dunia -- ketinggiannya adalah 8.848 meter di atas permukaan laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TAO menggunakan teleskop optical infrared berukuran 6,5 meter, dan mengalahkan observatorium tertinggi yang sebelumnya, yaitu Chacaltaya Observatory milik Universitas Madrid yang ada di Gunung Chacaltaya, Bolivia dengan ketinggian 17.191 kaki.
Dari lima observatorium tertinggi di dunia, tiga di antaranya berlokasi di Gurun Atacama. Yaitu James Ax Observatory (17.100 kaki), Atacama Cosmology Telescope (17.030 kaki), dan Llano de Chajnantor Observatory (16.700 kaki).
Apa tujuan pembangungan observatorium di tempat yang sangat tinggi? Alasan utamanya adalah karena kondisi langit yang lebih bersih. Selain itu, semakin tinggi lokasinya berarti semakin rendah juga tingkat kelembapan udaranya.
Karena itulah TAO bisa "menangkap" hampir seluruh jangkauan gelombang near-infrared, termasuk mid-infrared. Hampir tak ada teleskop lain di Bumi yang bisa melakukan itu.
Sementara itu menurut Universitas Tokyo, observatorium semaccam ini bisa dipakai memotret luar angkasa dengan resolusi yang lebih tinggi karena punya bukaan diafragma yang lebhi besar ketimbang teleskop yang ada di luar angkasa.
Teleskop di TAO ini nantinya akan dipakai untuk mempelajari kelahiran galaxy dan asal muasal planet, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Jumat (3/5/2024).
Namun di balik berbagai keunggulan teleskop di dataran sangat tinggi tersebut tentu ada kelemahannya. Yaitu kondisi lingkungan, tepatnya ketersediaan oksigen di udara, yang kurang cocok untuk manusia.
Menurut Yuzuru Yoshii, yang memulai proyek ini pada 1998, para pekerja yang membangun TAO membutuhkan pengecekan medis dan harus menghirup oksigen dari tabung secara rutin saat sedang bekerja.
Bahkan peneliti yang nantinya akan bekerja di dalam observatorium tersebut pun perlu berhati-hati saat bekerja. Bahkan mereka berencana untuk mengoperasikan teleskop tersebut secara remote dari fasilitas yang lokasinya lebih rendah untuk menghindari masalah kesehatan yang mungkin terjadi.
(asj/asj)