Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka menanyakan sikap cawapres nomor urut satu Muhaimin Iskandar terkait nikel yang melimpah di Indonesia untuk dijadikan bahan baku baterai kendaraan listrik dunia. Juga terkait Tesla masih memakai nikel.
Gibran menganggap, timses pasangan calon nomor urut satu Anies Baswedan-Cak Imin menggembor-gemborkan teknologi baterai LFP (lithium ferro-phosphate) yang tak perlu nikel dari Indonesia. Menurut Gibran, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia sehingga bisa menjadi kekuatan. Gibran juga menyebut Tesla masih memakai nikel di baterainya.
"Kita itu Indonesia sekarang adalah negara dengan cadangan nikel terbesar sedunia, ini kekuatan kita, bargaining kita, jangan malah bahas LFP itu sama aja promosikan produk China," ujar Gibran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
LFP makin populer, Tesla masih pakai nikel
Baterai lithium iron phosphate (LFP) sudah jadi sumber daya sebagian besar kendaraan listrik di pasar China tapi baru mulai membuat terobosan di Amerika Utara. LFP bukan barang baru karena ditemukan di Amerika, namun produsen kendaraan listrik di sana sempat menghindarinya karena pembeli menginginkan jangkauan lebih panjang. Belakangan, perusahaan seperti Our Next Energy (ONE) dan Mitra Chem membuat LFP makin baik.
Baterai besi fosfat (LFP), yang tak menggunakan nikel atau kobalt, secara tradisional lebih murah dan aman, namun kepadatan energinya lebih rendah, yang berarti kurang efisien dan jangkauan kendaraan listrik lebih pendek. Baterai tersebut mulai mengalami kemajuan sehingga masuk akal menggunakan baterai bebas kobalt pada kendaraan kelas bawah dan jarak pendek.
Sebelumnya ketimbang LFP, banyak kendaraan listrik yang dijual di Amerika Utara memilih menggunakan baterai lithium ion dengan katoda yang terdiri dari beberapa variasi bahan kimia nikel dan kobalt. Baterai ini menawarkan kombinasi terbaik dalam hal jangkauan, daya, dan ukuran, namun harganya mahal.
Nah, LFP belakangan semakin diminati. LFP merupakan bahan katoda yang lebih aman dan stabil dibandingkan material nikel, tidak terlalu rentan terhadap pelepasan oksigen pada suhu tinggi, sehingga menghasilkan keamanan lebih baik dan masa pakai yang lebih lama.
Kemajuan teknologi telah mengurangi kesenjangan kinerja LFP dengan material yang lebih banyak digunakan seperti nikel dan kobalt. Apalagi harganya lebih murah.
Pakar baterai Lukasz Bednarski, yakin minat produsen memproduksi kendaraan listrik dengan harga lebih murah dapat jadi salah satu pendorong meningkatnya popularitas LFP. "LFP memberikan performa yang cukup baik dengan biaya yang lebih rendah, sehingga jadi proposisi menarik bagi kendaraan listrik untuk kelas menengah," ujarnya.
Tesla sendiri masih memakai baterai nikel, tapi juga sudah mulai banyak menggunakan LFP. Pada pertengahan tahun 2022, Tesla mengonfirmasi bahwa hampir setengah dari seluruh kendaraannya yang diproduksi pada kuartal sebelumnya sudah menggunakan baterai LFP, selain nikel.
CEO Elon Musk telah berkali-kali mengatakan bahwa Tesla berencana untuk mengalihkan lebih banyak mobil listrik ke baterai LFP untuk mengatasi kekhawatiran pasokan nikel dan kobalt. Di samping itu, ada kekhawatiran juga soal harganya.
Tesla telah memproduksi kendaraan Standard Range Model 3 dan Model Y yang diproduksi di China ke LFP. Di masa depan, dikutip detikINET dari Automotive News Europe, Senin (22/1/2024) Tesla juga berencana menggunakan LFP di truk listriknya.
Namun demikian, tentu saja Tesla masih banyak mengandalkan baterai berbasis nikel. Tesla menggunakan baterai berbahan nikel untuk sebagian besar kendaraan Model 3 dan Model Y yang dijual di Amerika Serikat.
(fyk/fay)