Mengenal Giant Sea Wall yang Dikritik Cak Imin Gagal Atasi Masalah
Hide Ads

Mengenal Giant Sea Wall yang Dikritik Cak Imin Gagal Atasi Masalah

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 22 Jan 2024 10:45 WIB
Ibu kota Jakarta membutuhkan giant sea wall atau tanggul laut raksasa untuk mencegah terjadinya banjir rob.
Mengenal Giant Sea Wall yang Dikritik Cak Imin Gagal Atasi Masalah. Foto: Pradita Utama/detikcom
Jakarta -

Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyinggung masalah ekologi dan secara terang-terangan mengatakan pemerintah seharusnya tidak mengandalkan proyek Giant Sea Wall untuk mengatasi masalah ini.

"Krisis iklim terjadi dan kita menyaksikan bencana ekologi terjadi dimana-mana. Negara harus serius mengatasinya," kata Cak Imin saat memaparkan visi-misinya dalam Debat Cawapres pada Minggu (21/1) malam.

"Tidak hanya mengandalkan proyek Giant Sea Wall yang tidak mengatasi masalahnya. Kita harus sadar pada kenyataan bahwa krisis iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun tema debat Cawapres kali ini adalah pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa.

Dalam kesempatan berbeda, sebelumnya Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto meminta proyek Giant Sea Wall digenjot. Ia berpendapat megaproyek itu adalah jawaban untuk mengatasi fenomena naiknya permukaan air laut hingga hilangnya sejumlah pulau di RI.

ADVERTISEMENT

"Ini masalah bukan apakah bisa atau tidak bisa, ini harus kalau tidak Pantai Utara tenggelam," kata Prabowo, dalam seminar nasional 'Strategi perlindungan Kawasan Pulau Jawa, Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut', di Jakarta, Rabu (10/1), mengutip dari CNN Indonesia.

Apa Itu Giant Sea Wall

Giant Sea Wall adalah adalah proyek pembangunan tanggul laut raksasa untuk memitigasi dampak dari degradasi Pantai Utara (Pantura). Megaproyek ini berwujud struktur yang terbuat dari beton atau bata, dibangun sejajar dengan pantai pada peralihan antara pantai dan daratan atau bukit pasir, untuk melindungi wilayah pedalaman dari gelombang dan mencegah erosi pantai.

Sudah Lama Dibahas

Pembangunan tanggul pantai dan tanggul laut raksasa mulai dibahas setidaknya sejak 1994 untuk kawasan pesisir utara Jakarta, namun rencana itu baru mulai diwujudkan di 2014. Pembangunan tanggul itu menjadi bagian dari proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang terbagi dalam tiga fase pengerjaan, yaitu A, B, dan C.

Dorongan penuntasan proyek Giant Sea Wall senada dengan desakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang di 2022 meminta proyek ini segera dimulai. Ia mengatakan tanggul laut raksasa merupakan proyek untuk mencegah banjir. Hal itu ia sampaikan pada December 2022 setelah meresmikan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi di Bogor, Jawa Barat (Jabar).

Cara Kerja Giant Sea Wall

Giant Sea Wall dirancang untuk menahan gelombang badai. Ketinggian tembok laut setidaknya akan menutupi perbedaan antara permukaan pantai dan daratan, meskipun umumnya tembok laut dibangun lebih tinggi untuk melindungi daratan dari luapan gelombang.

Struktur ini digunakan untuk menstabilkan tebing yang terkikis dan melindungi jalan pesisir dan pemukiman yang berbatasan dengan pantai. Puncak tembok sering kali dibuat memanjang hingga menjadi bagian tertutup batu yang dapat digunakan sebagai jalan, kawasan pejalan kaki, atau area parkir.

Adapun bentuk permukaan tembok laut menentukan kapasitasnya untuk memantulkan atau menghilangkan energi gelombang. Dinding laut yang halus dan vertikal, dibangun untuk memantulkan energi gelombang ke arah laut.

Dikritik Hancurkan Ekologi

Meski dijanjikan pembangunannya tetap memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, banyak kritikan menyoroti hal ini. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut pembangunan giant sea wall dengan cara mereklamasi laut tidak menyentuh akar masalah dan merupakan sesat pikir pembangunan.

Walhi menilai proyek tersebut tidak akan menjawab akar persoalan kehancuran ekologis Pulau Jawa yang selama ini telah dieksploitasi untuk kepentingan industri ekstraktif baik di darat maupun di pesisir, laut, dan pulau kecil.

Setidaknya ada empat dampak negatif pembangunan giant sea wall menurut Walhi: krisis di perairan utara Jawa, mengancam ekonomi masyarakat pesisir, menggusur hutan mangrove, dan menggusur nelayan.




(rns/afr)