Teknologi baterai yang mampu meningkatkan jangkauan sekaligus mengurangi waktu pengisian daya kendaraan listrik (EV) akan segera diadopsi oleh banyak mobil. Dengan menukar grafit pada anoda baterai ion litium bermuatan negatif EV dengan silikon, ambisi tersebut bukan sekadar khayalan.
Baru-baru ini, Panasonic mengumumkan kerja samanya dengan Sila Nanotechnologies, pencipta anoda silikon, untuk memadukan teknologi tersebut dengan baterainya yang akan diproduksi tahun 2024.
Dikutip dari Live Science, ada lebih dari 14 juta kendaraan listrik yang terjual di tahun 2023 dan diprediksi popularitasnya akan terus naik di tahun-tahun berikutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai saat ini, kendaraan listrik menggunakan baterai ion litium berkinerja tinggi. Walau kualitas baterai terus ditingkatkan setiap harinya, ada beberapa hal yang masih terbatas seperti persoalan kegunaan dan kenyamanan.
"Kemampuan baterai dalam menyimpan energi yang berhubungan dengan ukuran dan beratnya disebut sebagai kepadatan energi. Ini merupakan faktor kunci bagi kendaraan listrik, karena berimplikasi pada jarak yang bisa diraih dalam sekali pengisian daya. Aspek krusial lainnya adalah kepadatan kekuatan, yang merujuk pada seberapa cepat sebuah baterai memasok energi," ujar Azin Fahimi, kepala petugas ilmiah di Sienza Energy AS.
Lalu, mengapa anoda silikon baru ini memberikan dampak begitu dramatis bagi jangkauan dan waktu pengisian daya?
Baterai mengandalkan pergerakan partikel bermuatan ion di antara elektroda atau dua konduktor elektrik. Selama pengisian daya, ion litium bergerak dari elektroda positif (katoda), melalui elektrolit, menuju elektroda negatif (anoda), di mana mereka disimpan.
"Di saat baterai tersebut memberikan daya bagi sebuah perangkat, ion-ion litium akan bergerak kembali dari anode ke katoda. Pergerakan dari ion-ion ini membuat elektron mengalir melalui sirkuit eksternal, mengalirkan arus listrik yang mentenagai perangkat," kata Fahimi.
Karena ion-ion itu disimpan di anoda sampai dibutuhkan untuk mentenagai mobil, materi anoda memainkan peran penting pada kinerja baterai.
"Materi anoda yang bagus harus memiliki kapasitas penyimpanan litium yang tinggi untuk memastikan kepadatan energi tinggi, konduktivitas elektrik yang bagus untuk memfasilitasi aliran elektron yang efisien, serta transportasi ion yang cepat untuk kapabilitas pengisian daya yang cepat," ujar Fahmi.
Fahimi juga menambahkan bahwa anoda tersebut juga harus memiliki struktur yang stabil sehingga volumenya tidak berubah, selagi ion-ion mengalir masuk dan keluar yang mampu merusak permukaannya.
Sebelumnya, baterai ion litium menggunakan anoda grafit. Struktur berlapisnya mampu membuat ion bergerak masuk dan keluar dari anoda tanpa merubah banyak volume. Namun, silikon mampu menyimpan lebih dari sepuluh kali lipat energi setiap gramnya.
"Dengan adanya kapasitas besar ini, silikon mampu menyimpan lebih banyak ion litium sebagai hasil dari kepadatan energinya yang lebih tinggi bagi baterai. Kepadatan energi yang lebih tinggi berarti jangkauan EV yang lebih jauh dalam sekali pengisian daya," ujar Fahimi.
Sayangnya, silikon membengkak 3-4 kali dari ukuran aslinya saat diisi dengan ion litium, ini merujuk pada stres mekanis serta degradasi pada materi anoda.
Dengan begitu, desain skala nano yang penuh kehati-hatian dari anoda silikon merupakan hal penting untuk diperhatikan. Di masa mendatang, tim dari Fahimi di Sienza beserta tim Sila akan bekerja untuk menyelesaikan masalah ini.
*Artikel ini ditulis oleh Khalisha Fitri, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(rns/rns)