Ketika dunia sedang bergulat dengan perubahan iklim, dampaknya juga terasa di ranah yang tidak terduga. Para petani pohon pinus dan cemara untuk pohon Natal contohnya, saat ini merasa cemas masa depan mata pencaharian mereka terancam.
Perubahan kondisi tanah karena perubahan iklim dapat berdampak buruk terhadap pertumbuhan pohon mereka. Salah satu petani bernama Jim Rockis yang membudidayakan simbol perayaan ini di West Virginia dan Pennsylvania, AS, sedang berjuang melawan tantangan seperti busuk akar akibat Phytophthora.
Dikutip dari BNN Breaking, Phytophthora adalah penyakit jamur yang tumbuh subur di tanah yang lebih hangat dan basah, yang merupakan ancaman signifikan terhadap tanaman muda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perubahan Iklim dan Kesehatan Pohon Natal
Phytophthora menyebabkan pohon kehilangan kelembapan dan jarum-jarum pada daun berubah warna menjadi oranye sebelum layu.
Siklus pertumbuhan tradisional pohon Natal berlangsung selama delapan hingga 10 tahun, yang menyiratkan bahwa kondisi tanah saat ini akan berdampak pada perayaan liburan Natal di masa depan.
Sebuah studi yang diterbitkan oleh Nature Climate Change mengungkap bahwa panas tanah yang ekstrem semakin meningkat. Hal ini dapat mempengaruhi berbagai macam vegetasi, termasuk pohon Natal.
Pemanasan Tanah dan Penyimpanan Karbon
Selain berdampak pada kesehatan tanaman, pemanasan tanah juga mempengaruhi kapasitas tanah untuk menyimpan karbon, yang merupakan faktor penting dalam mitigasi perubahan iklim.
Mikroba di dalam tanah, yang berperan penting dalam penyimpanan karbon, menjadi lebih aktif seiring meningkatnya suhu, sehingga menyebabkan penyimpanan karbon menjadi kurang stabil. Para ahli seperti Bert Cregg dari Michigan State University, dan Almudena Garcia, peneliti yang terkait dengan penelitian ini, menekankan perlunya penelitian yang lebih luas tentang bagaimana pemanasan tanah akan berdampak pada tanaman dan penyimpanan karbon.
Meneliti Spesies Baru yang Tangguh
Para peneliti, termasuk Gary Chastagner dari Washington State University, yang dijuluki Dr. Christmas Tree, berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menyelidiki apakah spesies seperti cemara Turki, yang berpotensi lebih beradaptasi dengan iklim hangat, dapat menjadi solusi yang tepat.
Meningkatnya kematian pohon akibat penyakit jamur di Washington dan Oregon, telah menekankan pentingnya beradaptasi dengan kondisi yang terus berkembang ini.
Namun, tantangan ini semakin besar karena kurangnya data suhu tanah jangka panjang. Kesenjangan ini diharapkan dapat diatasi oleh para ilmuwan seperti Melissa Widhalm dari Midwestern Regional Climate Center Purdue University melalui penelitian di masa depan.
Saat kita menghadapi dampak pemanasan global, terbukti bahwa tradisi yang paling dijunjung tinggi sekalipun, seperti mendekorasi pohon Natal, tidak akan luput dari perhatian.
(rns/rns)