Lubang raksasa seukuran 60 kali Bumi di Matahari menghembuskan angin solar ke arah planet kita. Lubang itu, dikenal dengan lubang koronal, menghadap Bumi sekitar tanggal 2 Desember.
Dampaknya, Bumi mengalami badai matahari ringan. Menurut laporan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) badai matahari ini berada di G1-G2 yang mana artinya ini tergolong ringan dan tidak akan terlalu dirasakan oleh manusia di Bumi.
Yang terjadi akibat badai matahari adalah partikel-partikel dari angin matahari menghantam magnetosfer bumi dan dialihkan sepanjang garis medan magnet ke kutub, di mana partikel-partikel tersebut diendapkan ke atmosfer bagian atas. Di sana, mereka berinteraksi dengan partikel atmosfer untuk menciptakan cahaya aurora.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peningkatan arus di ionosfer dan magnetosfer bumi juga dapat mengganggu jaringan listrik, operasi satelit, komunikasi radio, dan sistem navigasi. Namun, untuk badai tingkat G1 dan G2, dampaknya cukup minimal.
Lubang koronal tercipta ketika medan magnet yang menahan Matahari terbuka, menyebabkan isi permukaan atasnya mengalir dalam bentuk angin. Lubang ini bisa terjadi kapan saja sepanjang siklus matahari. Fakta menarik, siklus matahari saat ini telah terbukti jauh lebih kuat dari perkiraan awal, dan akan terus berlanjut dalam waktu yang lebih lama.
NOAA memperkirakan jumlah bintik matahari maksimum pada siklus saat ini adalah 173. Jumlah tersebut berada di bawah rata-rata maksimum 179, dan sangat jauh di bawah rekor tertinggi, yaitu siklus matahari ke-19 dengan jumlah maksimum 285 bintik matahari pada bulan Maret 1958. Demikian melansir Science Alert.
(ask/ask)