Aplikasi Prakiraan Cuaca Sering Meleset, Bukan dari BMKG
Hide Ads

Aplikasi Prakiraan Cuaca Sering Meleset, Bukan dari BMKG

Rachmatunnisa - detikInet
Kamis, 26 Okt 2023 12:40 WIB
Aplikasi Info BMKG
Aplikasi Prakiraan Cuaca Sering Meleset, Bukan dari BMKG. Foto: Josina/detikcom
Jakarta -

Saat ini banyak informasi cuaca berbasis aplikasi di smartphone yang kadang kurang akurat. Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, hal ini terjadi karena sumber data dan informasi tersebut bersifat global.

"Tidak sedikit masyarakat yang menganggap data dan informasi yang diberikan berasal dari BMKG karena menampilkan informasi seputar cuaca di Indonesia, padahal setelah ditelurusi data dan informasi tersebut bersumber dari institusi di luar Indonesia, bukan dari institusi resmi pemerintah", ungkap Dwikorita seperti dikutip dari situs resmi BMKG.

Di Google Play maupun App Store ada banyak pilihan aplikasi prakiraan cuaca tersedia selain aplikasi resmi dari pemerintah Indonesia yakni Info BMKG. Meski berbeda nama aplikasinya, fungsi aplikasi-aplikasi yang dikeluarkan oleh non pemerintah Indonesia kurang lebih sama, yakni untuk memprakirakan cuaca.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dwikorita menerangkan bahwa prakiraan cuaca di wilayah Indonesia dikeluarkan secara resmi oleh BMKG yang dapat menjadi patokan untuk masyarakat beraktivitas.

"BMKG merupakan satu-satunya institusi resmi Indonesia yang berwenang untuk memberikan prakiraan cuaca bagi publik di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang No.31 tahun 2009, tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Penyebab aplikasi non-BMKG sering meleset

Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menambahkan bahwa rendahnya tingkat akurasi prakiraan cuaca pada aplikasi non pemerintah, dikarenakan prakiraan tersebut dibuat dengan data global yang diolah dengan pemodelan matematis, kemudian didownscale khusus untuk wilayah Indonesia.

Data global tersebut, kata Guswanto, merupakan data cuaca yang berasal dari negara-negara di seluruh dunia yang menjadi anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organisasi/WMO)

"Termasuk BMKG yang selalu mengirimkan data ke WMO secara otomatis melalui jaringan komunikasi satelit, untuk dihimpun menjadi data global. Namun, perlu dipahami bahwa data dan informasi yang dikirimkan oleh BMKG hanya terbatas data dari 59 stasiun pengamatan di Indonesia yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa dan Sumatra," paparnya.

"Oleh institusi non pemerintah, data global tersebut selanjutnya diolah, dimodelkan, dan 'didownscale' guna menghasilkan prakiraan cuaca di kota-kota atau di berbagai daerah di Indonesia. Terbatasnya data tersebut tentu saja tidak mampu merepresentasikan kondisi cuaca dan iklim di seluruh wilayah Indonesia," tambah Guswanto.

Ditegaskan kembali oleh Dwikorita, inilah jawaban mengapa informasi cuaca yang dikeluarkan aplikasi smartphone tidak jarang meleset dan menimbulkan kebingungan masyarakat. Karena tidak divalidasi atau diverifikasi dengan data observasi faktual di lapangan, yang lebih merepresentasikan kondisi dan dinamika cuaca di Indonesia.

Dwikorita menambahkan pula, pemodelan global yang didownscale tersebut tentunya tidak cukup akurat untuk merepresentasikan kondisi faktual di Indonesia yang sangat kompleks dan dinamis.

Terlebih, kondisi cuaca dan iklim Indonesia sangat dipengaruhi oleh Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta Benua Asia dan Benua Australia.

"Wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilewati oleh garis khatulistiwa dengan kondisi topografi yang kompleks. Realitas ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap dinamika cuaca dan iklim di wilayah Indonesia," ujarnya.

Diperlukan ribuan titik observasi BMKG

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menambahkan BMKG memiliki ribuan titik observasi yang diperlukan untuk asimilasi dan validasi model Prakiraan Cuaca di seluruh wilayah Indonesia.

Data tersebut kemudian diolah oleh para pemantau (observer) dan Prakirawan (forcaster) sebelum akhirnya disebarluaskan secara resmi oleh BMKG melalui berbagai kanal komunikasi yang dimiliki, salah satunya melalui aplikasi smartphone bernama InfoBMKG.

BMKG sendiri memiliki fasilitas observasi cuaca dan iklim dengan berbagai sistem dan peralatan cuaca, antara lain puluhan radar cuaca dan ribuan peralatan operasional, yang dilengkapi sistem komputasi dengan High Performance Computer.

"Karena ditanggung pemerintah, kami mampu untuk menyediakan sistem dan peralatan tersebut, juga mengoperasikan dan memeliharanya. Sebaliknya, institusi non pemerintah, mungkin tidak mempunyai kapasitas untuk memasang ratusan peralatan dengan sistem processing yang telah diset-up khusus sesuai dengan keunikan dinamika cuaca di wilayah Indonesia," paparnya.

Andri menerangkan, metode pemodelan untuk prakiraan cuaca yang dilakukan BMKG adalah dengan mengintegrasikan data dari ratusan titik-titik observasi, ke dalam pemodelan matematis.

Meski metode tersebut hampir sama dengan yang diterapkan oleh institusi lainnya, dari segi data, BMKG memiliki data yang lebih lengkap untuk mengasimilasi atau memvalidasi model Prakiraan Cuaca.

Alhasil, data di BMKG jauh lebih merepresentasikan kondisi di Indonesia yang diambil dari ratusan stasiun observasi atau ribuan peralatan observasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Sistem processing dan pemodelan yang digunakan pun telah diset-up sesuai dengan keunikan kondisi dan dinamika cuaca di Indonesia, sehingga hasilnya bisa jauh lebih tepat dan akurat.

BMKG berharap, masyarakat bisa memanfaatkan data dan informasi yang dikeluarkan secara resmi oleh mereka.

Lihat juga Video: BMKG Gelar IOWave 2023 Sebagai Sarana Uji Sistem Peringatan Dini Tsunami

[Gambas:Video 20detik]



(rns/rns)