Tikus sudah sejak lama sering menjadi pemicu penyakit. Kini, sebuah studi terbaru memperingatkan hewan pengerat ini dapat menjadi pembawa krisis kesehatan mematikan lainnya setara pandemi COVID-19.
Dikutip dari Express.co.uk, tikus, sepanjang sejarah, terkenal membawa dan menyebarkan penyakit, salah satunya wabah pes. Para peneliti dari Princeton University mengatakan, tikus juga bisa menjadi pembawa virus Corona tanpa gejala.
Studi mereka menemukan hewan-hewan ini telah mengembangkan resistensi terhadap patogen dari infeksi leluhurnya secara berulang. Sang penulis utama studi, Profesor Mona Singh, mengatakan bahwa studi ini meningkatkan kemungkinan bahwa hewan pengerat modern dapat membawa virus seperti COVID-19 dan menginfeksi populasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para ilmuwan percaya, SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, mungkin berasal dari zoonosis, alias bisa melompat dari hewan ke manusia. Penelitian telah menunjukkan, kelelawar di China menularkan COVID-19 ke spesies lain (mungkin trenggiling) sebelum mencapai manusia. Kelelawar juga menyimpan banyak virus mirip SARS tanpa menjadi sakit.
Menurut para peneliti, sangat penting mengidentifikasi makhluk lain yang telah menyesuaikan mekanisme toleransi terhadap virus Corona. Pasalnya, mereka menjadi "reservoir virus" potensial yang dapat menyebarkan patogen baru ke manusia, dan menyebabkan wabah meluas.
Globalisasi, urbanisasi, perubahan iklim, peningkatan kontak manusia dengan hewan, dan kekurangan tenaga kesehatan, turut menjadi faktor yang membantu menyebarkan virus ke benua lain, menciptakan situasi seperti pandemi tahun 2020.
Penulis penelitian mencatat, terjadi tiga pandemi sejak tahun 2000, yaitu SARS (severe acute respiratory syndrome) pada tahun 2003, flu babi (H1N1) pada tahun 2009, dan sekarang COVID-19.
SARS dilaporkan menyebar dari kucing dan kelelawar di China dan flu babi berasal dari peternakan babi yang besar di Meksiko. Lalu terjadi pula wabah regional flu burung dari unggas dan MERS (Middle East respiratory syndrome) dari unta.
Selain itu, ada juga kasus wabah virus Ebola yang berasal dari monyet dan babi, demam Rift Valley yang berasal dari ternak, serta demam West Nile dan virus Zika yang berasal dari nyamuk dan hewan lainnya.
Tikus adalah kandidat utama pembawa penyakit
Prof. Singh dan mahasiswa pascasarjana Sean King melakukan analisis evolusi lonjakan protein pada virus SARS, yang menginfeksi inang dan membajak sel. Mereka menempelkan diri pada reseptor ACE2, mengiris ke dalam sel untuk mereplikasi lebih banyak virus.
Studi ini menunjukkan bahwa primata memiliki urutan asam amino yang sangat terkonservasi di tempat yang mengikat virus SARS. Tikus dan hewan pengerat lainnya memiliki keragaman yang lebih besar dan laju evolusi yang dipercepat di area ini. Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan infeksi mirip SARS belum menjadi pendorong evolusioner dalam sejarah primata.
Namun beberapa spesies hewan pengerat telah terpapar penyakit ini berulang kali selama periode evolusi yang cukup besar.
"Studi kami menunjukkan bahwa nenek moyang hewan pengerat mungkin memiliki infeksi berulang dengan coronavirus mirip SARS dan telah memperoleh beberapa bentuk toleransi atau resistensi terhadap coronavirus mirip SARS sebagai akibat dari infeksi ini," kata Prof. Singh.
"Ini meningkatkan kemungkinan bahwa beberapa spesies hewan pengerat modern mungkin pembawa virus corona tanpa gejala seperti SARS, termasuk yang mungkin belum ditemukan," sambungnya.
Awal tahun ini, sebuah penelitian yang diterbitkan oleh penasihat ilmiah terkemuka Inggris, SAGE, menemukan bahwa virus Corona dapat ditularkan oleh tikus. Studi juga menunjukkan bahwa tikus dapat tertular COVID-19 dari manusia, terutama jenis yang lebih baru yang lebih mudah menular.
(rns/afr)