Untuk pertama kalinya, ilmuwan berhasil melakukan transplantasi ginjal babi ke manusia. Praktik yang dianggap sebagai sebuah terobosan di dunia medis ini dinamakan xenotransplantasi.
Mengutip laman FDA, xenotransplantasi merupakan transplantasi sel, jaringan, atau organ yang masih berfungsi baik untuk kehidupan dari satu spesies ke spesies lainnya, contohnya dari babi ke manusia.
Xenotransplantasi pada manusia merupakan salah satu kemungkinan penanganan kegagalan organ tahap akhir. Namun, prosedur ini memunculkan masalah medis, hukum, dan etis.
Sejarah xenotransplantasi
Xenotransplantasi sebenarnya bukan hal baru. Pada awal abad ke-17, sejarah medis mencatat adanya transfusi darah dari hewan ke manusia yang dilakukan di Inggris dan Prancis. Di abad 20, ada juga transplantasi organ padat dari hewan ke manusia, berdasarkan catatan Journal of the Royal Society of Medicine.
Beberapa publikasi juga menyatakan adanya kesuksesan xenotransplantasi yang sudah dilakukan. Salah satunya, pasien yang bisa bertahan hidup hingga sembilan bulan setelah transplantasi ginjal dari simpanse.
Sebaliknya, transplantasi organ dari non-primata menunjukkan sedikit keberhasilan. Ini karena primata adalah hewan yang memiliki kedekatan genetik dan DNA yang hampir mirip dengan manusia dibandingkan dengan hewan lain.
Sisi positif dan negatif xenotransplantasi
Salah satu alasan xenotransplantasi mempunyai daya tarik yang sangat kuat adalah memenuhi harapan dari individu yang membutuhkan organ secepatnya, tetapi terhambat karena keterbatasan organ pendonor.
Di sisi lain, xenotransplantasi memunculkan masalah medis, hukum, dan etis. Sejumlah hewan seperti babi memiliki rentang kehidupan yang lebih pendek dari manusia, sehingga jaringannya akan menua lebih cepat.
Kekhawatiran lainnya adalah terjadinya xenozoonosis, yaitu transmisi penyakit dari hewan ke manusia lewat prosedur ini, dan perubahan kode genetik hewan secara permanen juga dipermasalahkan.
Babi jadi pendonor paling cocok
Dari sekian banyak spesies hewan, babi dianggap sebagai pendonor paling cocok untuk manusia. Mengapa bukan primata seperti simpanse, yang memiliki kedekatan DNA hingga 98%? Rupanya, justru karena kedekatan DNA ini, primata lebih berisiko membawa virus yang dapat menginfeksi manusia daripada hewan lainnya, misalnya HIV, virus penyebab AIDS.
Sedangkan babi, umumnya dibesarkan di peternakan yang bersih dan kesehatannya terkontrol, sehingga risiko infeksi dari babi dinilai lebih rendah dari primata. Selain itu, sebagian besar organ babi bekerja dengan baik pada manusia. Organ-organ babi juga memiliki kemiripan dengan organ pada tubuh manusia.
Sebelumnya diberitakan, para ilmuwan dari NYU Langone Health, sukses mentransplantasikan ginjal babi ke manusia. Ginjal cangkokan tersebut sudah diuji dan dinyatakan berfungsi dengan 'cukup normal'.
Mereka menggunakan babi yang sudah dimodifikasi secara genetik agar tidak memicu penolakan dari sistem imun saat dicangkokkan. Selama 3 hari, ginjal babi tersebut terhubung dengan pembuluh darah pasien dan dibiarkan tetap berada di luar tubuh agar para ilmuwan bisa melihatnya.
Indikasi keberhasilan lainnya adalah ginjal tersebut bisa menghasilkan urine dalam jumlah sesuai yang diharapkan. Demikian juga kadar creatinin yang semula abnormal, menandakan kerusakan fungsi ginjal, sudah kembali normal setelah dilakukan transplantasi.
Simak Video "Video Mitos atau Fakta: Emang Benar Ketindihan Tidur karena Diganggu Setan? "
(rns/fay)