Manusia dinilai memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan global dan iklim sejak awal era industri di abad ke-18. Namun penelitian terbaru menunjukkan andil tak terduga manusia di zaman kuno.
Para ilmuwan yang menganalisis inti es Antartika menemukan peningkatan jumlah karbon hitam dari jelaga awal sekitar akhir 1200-an. Peningkatan tak terduga ini dapat ditelusuri ke Selandia Baru, di mana orang Maori pada saat itu mempraktikkan pembakaran sebagai praktik pembukaan lahan.
"Dibandingkan dengan pembakaran alami di tempat-tempat seperti Amazon, atau Afrika Selatan, atau Australia, Anda tidak akan menyangka pembakaran yang dilakukan Suku Maori di Selandia Baru memiliki dampak yang besar, tetapi hal itu terjadi di Samudra Selatan dan Semenanjung Antartika," kata Nathan Chellman dari Desert Research Institute, dikutip dari Cnet, Kamis (14/10/2021).
"Menggunakan catatan inti es untuk menunjukkan dampak pada kimia atmosfer yang menjangkau seluruh Samudra Selatan, serta mengaitkannya dengan kedatangan dan pemukiman Suku Maori di Selandia Baru 700 tahun yang lalu, adalah hal yang sungguh menakjubkan," sambungnya.
Karbon hitam dihasilkan dari pembakaran biomassa. Polusi ini menyerap cahaya dan dapat berkontribusi pada pemanasan global dan pencairan lapisan es yang dapat berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.
Rekan Chellman, Joe McConnell, yang memimpin penelitian, terkejut bahwa manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap atmosfer sejak berabad-abad sebelum era modern.
"Jelas dari penelitian ini bahwa manusia telah berdampak pada lingkungan di Samudra Selatan dan Semenanjung Antartika, setidaknya selama 700 tahun terakhir," ujarnya.
Temuan ini dapat membantu membentuk kembali bagaimana kita memahami atmosfer dan iklim, karena model iklim saat ini menggunakan informasi dari iklim di masa lalu untuk memprediksi masa depannya.
Studi ini menunjukkan bahwa pembakaran yang disebabkan oleh manusia mungkin memiliki dampak yang lebih lama pada atmosfer, dan mungkin iklim, dan pada skala yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
"Dari penelitian ini dan pekerjaan sebelumnya yang telah dilakukan tim kami seperti polusi timbal berusia 2.000 tahun di Kutub Utara dari Roma kuno, jelas bahwa catatan inti es sangat berharga untuk mempelajari dampak manusia di masa lalu terhadap lingkungan. Bahkan bagian paling terpencil dari Bumi belum tentu masih 'perawan' di masa pra-industri," tutup McConnell.
Simak Video "Video: Unik! Gunung Berapi di Antartika Muntahkan Emas Setiap Hari"
(rns/fay)