Tahun lalu, ilmuwan melaporkan lubang besar yang tampak terbuka di lapisan ozon di atas Kutub Utara. Lubang tersebut misterius karena tidak biasanya terjadi.
Kini, para peneliti menemukan bahwa kemungkinan lubang tersebut disebabkan oleh rangkaian peristiwa yang dipicu oleh rekor suhu permukaan laut di Pasifik Utara, menurut sebuah studi baru yang dilaporkan di Advances in Atmospheric Sciences.
Lubang di lapisan ozon, mengacu pada 'tambalan' di atas Antartika di belahan Bumi selatan selama musim semi Australia sekitar September, Oktober, dan November setiap tahun. Kutub Utara di belahan Bumi utara, biasanya terlalu hangat untuk awan stratosfer kutub terbentuk, yang merupakan pendorong utama proses penipisan ozon di musim semi.
Namun pada musim semi tahun 2020, sebuah lubang yang belum pernah terjadi sebelumnya terbentuk di atas Kutub Utara. Para ilmuwan dari Chinese Academy of Sciences menggunakan data satelit dan simulasi untuk menunjukkan bahwa lubang itu adalah dampak dari rekor suhu permukaan laut Pasifik Utara yang terjadi antara Februari dan Maret.
Suhu permukaan laut yang lebih hangat ini, berkontribusi melemahkan gelombang planet yang penting (yang membantu memindahkan panas dari daerah tropis ke kutub, dan udara dingin dari kutub ke daerah tropis untuk menjaga keseimbangan atmosfer), yang mempengaruhi rendahnya Aleutian, sebuah titik rendah atmosfer besar yang pusat tekanannya sering berdiam di atas Kepulauan Aleutian dekat Teluk Alaska setiap musim dingin.
Hasil dari efek knock-on ini adalah pusaran kutub stratosfer yang sangat dingin dan persisten antara Februari dan April 2020, sehingga memungkinkan pembentukan awan stratosfer kutub yang memecah lapisan ozon.
Lapisan ozon merupakan wilayah dari stratosfer antara 15 hingga 30 kilometer di atas permukaan Bumi yang memiliki konsentrasi tinggi ozon gas. Lapisan ini menyerap banyak sinar ultraviolet Matahari yang berbahaya, bertindak sebagai perisai tak terlihat untuk planet kita.
Sayangnya, lapisan ini terdegradasi oleh chlorofluorocarbons (CFC), bahan kimia buatan manusia yang pernah banyak digunakan dalam semprotan aerosol, pelarut, dan sebagai pendingin lemari es. CFC bertahan lama dalam udara hingga bisa melayang naik ke stratosfer.
Meski CFC telah dihapus secara bertahap di bawah Protokol Montreal pada akhir 1980-an, zat ini terus bersembunyi di atmosfer Bumi untuk beberapa waktu. CFC terutama menimbulkan masalah ketika ada pembentukan awan stratosfer kutub, awan ketinggian tinggi yang dapat membantu meningkatkan reaksi kimia yang melibatkan CFC yang menyebabkan penipisan ozon.
Sejauh ini, Protokol Montreal dianggap sebagai keberhasilan yang luar biasa. Ini adalah satu-satunya perjanjian lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diratifikasi oleh setiap negara di dunia, dan lapisan ozon, secara keseluruhan, berada dalam kondisi yang jauh lebih baik dibandingkan tiga dekade sebelumnya. Namun, seperti yang ditunjukkan penelitian ini, masalah CFC dan penipisan ozon terus menghantui planet kita.
"Pembentukan rekor hilangnya ozon Arktik pada musim semi 2020 menunjukkan bahwa zat perusak ozon saat ini masih cukup untuk menyebabkan penipisan ozon musim semi yang parah di stratosfer Arktik," kata penulis utama Profesor Yongyun Hu dari Laboratory for Climate and Ocean-Atmosphere Studies di University of Peking.
"Hasil ini menunjukkan bahwa kehilangan ozon yang parah kemungkinan akan terjadi dalam waktu dekat selama anomali suhu permukaan laut Pasifik Utara yang hangat atau proses dinamis lainnya cukup kuat," tutupnya.
Simak Video "Video: PBB Peringatkan Pemanasan Global yang Parah, Bisa Ancam Kehidupan di Bumi"
(rns/fay)