Aneh, Suhu di Tempat Terdingin Ini Tembus 48 Derajat Celsius
Hide Ads

Aneh, Suhu di Tempat Terdingin Ini Tembus 48 Derajat Celsius

Virgina Maulita Putri - detikInet
Kamis, 24 Jun 2021 05:40 WIB
Suhu di Siberia tembus 48 derajat Celsius
Efek Perubahan Iklim, Suhu di Siberia Tembus 48 Derajat Celsius Foto: European Union, Copernicus Sentinel-3 imagery
Jakarta -

Siberia yang berada di Lingkar Arktik dikenal sebagai tempat yang bersuhu dingin. Tapi di musim panas kali ini, suhu permukaan di beberapa wilayah di Siberia mencapai 118 derajat Fahrenheit atau 48 derajat Celsius.

Suhu permukaan ini diukur oleh satelit Copernicus Sentinel-3A dan Sentinel-3B milik European Space Agency pada 20 Juni lalu. Ironisnya, suhu permukaan mencapai 48 derajat Celsius ini dicatat di Vekhojansk, Siberia Timur, salah satu tempat terdingin di Bumi.

Suhu permukaan di daerah lainnya juga menunjukkan panas yang ekstrem, seperti di Govorovo yang mencapai 43 derajat Celsius dan di Saskylah yang mencapai 37 derajat Celsius. Ini merupakan suhu permukaan tertinggi di Saskylah sejak tahun 1936.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Perlu diingat bahwa ini adalah suhu permukaan tanah, bukan suhu udara. Menurut penjelasan NASA, suhu permukaan tanah adalah seberapa panas permukaan Bumi jika disentuh di lokasi tertentu.

Saat ini, suhu udara di Verkhojansk mencapai 30 derajat Celsius. Mungkin tidak terlalu panas bagi orang Indonesia, tapi suhu setinggi ini merupakan anomali untuk tempat yang suhu di musim dinginnya bisa mencapai -67,8 derajat Celsius.

Kenaikan suhu permukaan juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya dan Bumi secara keseluruhan. Suhu yang hangat ini bisa melelehkan permafrost atau lapisan es permanen yang banyak ditemukan di Rusia timur.

Permafrost ini juga mengandung gas rumah kaca seperti gas metana. Begitu permafrost mencair, gas metana ini akan disemburkan ke atmosfer dan bisa memperparah perubahan iklim.

Selain membanjiri atmosfer dengan gas rumah kaca, mencairnya permafrost juga bisa berdampak pada struktur tanah di Siberia hingga menyebabkan tanah longsor dan bergesernya fondasi bangunan, seperti dikutip dari Gizmodo, Rabu (23/6/2021).

Permafrost yang mencair juga bisa membuat fosil dan bangkai hewan-hewan dari Zaman Es yang membeku terekspos, sehingga ahli paleontologi harus bekerja lebih cepat untuk mempelajari spesies-spesies ini.

Suhu tinggi di Lingkar Arktik sebenarnya telah tercatat sejak beberapa tahun terakhir, menunjukkan bahwa perubahan iklim tidak memilih-milih target. Tahun lalu, suhu udara di Siberia mencapai 38 derajat Celsius.

Pada tahun 2019 dan 2020, Siberia juga dilanda kebakaran hutan yang cukup parah. Greenland yang berada di Lingkar Arktik juga kehilangan gletser raksasa pada tahun 2020 karena dampak dari perubahan iklim.




(vmp/fyk)