Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) melakukan analisis terhadap foto viral di media sosial yang diduga meteor jatuh di puncak Gunung Merapi.
Foto tersebut dipotret dan diunggah oleh akun Instagram @Gunarto_Song. Ia melakukan pemotretan long exposure dengan objek Gunung Merapi pada Kamis (27/5).
Di saat yang bersamaan, muncul cahaya berkelebat berwana kehijauan yang menjulang vertikal dari langit ke puncak Gunung Merapi. Kejadian itu pun juga dikonfirmasi melalui CCTV Merapi dari Pos Kalitengah Kidul. Cahaya apa sebenarnya itu?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti Pusat Sains Antariksa Lapan, Andi Pangerang mengatakan, berdasarkan data International Meteor Organization (IMO) yang diakses di laman https://imo.net, pada Mei ini setidaknya ada dua hujan meteor yang sedang aktif, khususnya ketika cahaya kehijauan tersebut diabadikan dengan kamera pada Kamis (27/5), yaitu:
- Hujan meteor Eta Aquarid (031 ETA) aktif sejak 19 April hingga 28 Mei. Puncaknya pada 6 Mei pukul 03 UT dengan intensitas 50 meter per jam ketika di Zenit. Kelajuan meteor mencapai 66 kilometer per detik. Hujan meteor ini dapat disaksikan saat malam hari dengan titik radian (titik kemunculan hujan meteor) berada di dekat konstelasi Aquarius.
- Hujan Meteor Arietid (171 ARI) aktif sejak 14 Mei hingga 24 Juni. Puncaknya 7 Juni dengan intensitas 30 meteor per jam ketika di Zenit. Kelajuan meteor mencapai 38 kilometer per detik. Hujan meteor ini dapat disaksikan saat siang hari dengan titik radian berada di dekat konstelasi Aries.
"Sehingga, dari dua data ini, bisa diduga bahwa kilatan cahaya kehijauan yang muncul di dekat Gunung Merapi mungkin terkait dengan aktivitas hujan meteor," kata Andi.
Hujan meteor sendiri merupakan meteor yang jatuh dan melewati permukaan bumi dalam jumlah yang banyak, sehingga dari permukaan Bumi akan dilihat oleh manusia selah seperti hujan yang turun.
![]() |
"Hal inilah yang disebut hujan meteor. Hujan meteor secara singkat dapat terjadi karena meteorid (batuan-batuan kecil di sekitar orbit Bumi) memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tinggi," jelasnya.
Adapun peristiwa jatuhnya meteor itu fenomena astronomi yang biasa terjadi dan tidak ada hubungannya dengan apapun tentang Gerhana Bulan Total seperti Rabu (26/5).
Andi menuturkan bahwa warna pijar meteor yang terbakar sangat tergantung kandungan unsur yang mendominasi batuan tersebut. Warna biru kehijauan (cyan) berasal dari magnesium, kalsium ditandai dengan warna violet, dan nikel ditandai dengan warna hijau yang bersinar.
Sedangkan, warna merah kemungkinan besar berasal dari oksigen dan nitrogen yang berada di atmosfer Bumi. Mengingat cahaya yang dipancarkan berwarna kehijauan, Andi mengatakan, besar kemungkinan meteor yang jatuh di sekitar Gunung Merapi didominasi oleh unsur magnesium.
"Terkadang, meteor dapat menyisakan batuan saat sampai permukaan Bumi. Batuan inilah dinamakan meteorit. Jika memang meteor Merapi ini masih menyisakan meteorit, kira-kira di mana jatuhnya?," ungkap Andi.
"Perkiraan menggunakan metode paralaks sederhana menyimpulkan bahwa kemungkinan sekiranya terdapat meteorit, lokasi jatuhnya justru bukan berada di lerang Gunung Merapi, melainkan agak di sekitar puncak Merbabu. Hal ini ditandai dengan posisi kilatan cahaya yang nyaris vertikal menjulang ke langit," sambungnya.
Andi juga mengatakan, kilatan cahaya yang secara visual tidak terlalu besar dan ditambah pula dengan tidak adanya ledakan, diperkirakan meteor yang jatuh tidak terlalu besar, setidaknya berukuran seperti kerikil dan bisa jadi habis terbakar di atmosfer.
"Bagi yang menemukan benda antariksa di sekitar lokasi jatuhnya meteor, dapat menghubungi pihak yang berwajib dan diimbau agar tidak berada di dekat benda tersebut," pungkasnya.
(agt/agt)