Kekaguman Pemenang Nobel Kepada Para Ilmuwan Muslim
Hide Ads

Kekaguman Pemenang Nobel Kepada Para Ilmuwan Muslim

Aisyah Kamaliah - detikInet
Kamis, 29 Apr 2021 04:10 WIB
Ilmuwan muslim
Lukisan Ibnu Sina (Foto: Famousscientist.org)
Jakarta -

Fisikawan teoretis pemenang Hadiah Nobel Steven Weinberg mengomentari soal Islam dan sains. Menurutnya ilmuwan muslim di zaman dulu memiliki kemajuan luar biasa karena dedikasinya pada ilmu sains.

Penulis 'To Explain the World: The Discovery of Modern Science' ini mengatakan kepada National Geographic bahwa menjadi ilmuwan tidak berarti seseorang harus menyingkirkan segala kepercayaan terhadap agama.

"Yang saya katakan adalah, untuk menjadi ilmuwan, Anda tidak harus berkomitmen untuk tidak beragama. Ada beberapa ilmuwan yang sangat baik yang cukup religius, dan ada sepanjang sejarah. Galileo cukup religius, begitu pula Newton, meskipun dengan cara yang agak tidak ortodoks," ujarnya, seperti dilansir detikINET, Kamis (29/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi ketika sedang bergulat dengan sains, Weinberg mengatakan seseorang harus tahu garis pembatasnya dengan agama. Mengapa demikian? Sebab, ada hal yang sifatnya keilahian, yang supernatural, yang tidak bisa dijelaskan. Di sisi lain ada sains yang mencetuskan ide-ide yang melampaui akal manusia untuk menjelaskan alam.

"Jadi yang saya katakan adalah Anda bisa menjadi religius atau tidak - saya terkenal tidak religius - dan tetap menjadi ilmuwan yang sangat baik. Tapi Anda tidak bisa membawa agama ke dalam sains. Teori ilmiah Anda tidak boleh bergantung pada asumsi tentang Tuhan," pendapatnya.

ADVERTISEMENT

Soal kejayaan Islam dalam dunia sains, Weinberg juga angkat suara. Ia mengatakan masa keemasan ilmu pengetahuan Islam berakhir antara tahun 1100 dan 1200 M. Padahal saat itu ilmuwan Muslim jauh lebih maju dari orang-orang sezaman mereka dengan ilmuwan Kristiani Eropa.

"Tetapi setelah astronom Eropa mulai menggunakan teleskop, tidak ada astronom di dunia Muslim yang menggunakan teleskop hingga zaman modern. Itu karena mereka tidak membangun observatorium untuk melakukan sains. Mereka membangunnya untuk tujuan membuat kalender agama dan menentukan arah ke Makkah," katanya.

Ketika ditanya apakah Islam membuat ilmuwan jadi jauh dengan sains, Weinberg dengan tegas menjawab tidak. Faktanya, ajaran Islam tidak menghambat para ilmuwan Muslim mengembangkan sains. Kondisi ilmuwan Muslim di masa modern lebih pada dedikasi yang nampaknya kurang seteguh ilmuwan Muslim terdahulu.

"Salah satu teman baik saya di bidang sains adalah Abdus Salam. Dia adalah fisikawan teoritis terbaik dan seorang Muslim yang taat. Tapi dia tidak mencampurkan Islam ke dalam ilmunya," ujarnya.

Pada masa keemasan peradaban Islam, Islam tidak menghambat sains. Namun, kata Weinberg, para ilmuwan Muslim pun tidak mencampur ajaran agama ke dalam sains. Agama dan sains bukan untuk dipertentangkan, tapi punya jalur masing-masing untuk berkembang. Para ilmuwan Muslim di zaman dahulu, fokus mengembangkan sains tanpa harus kaku memberi label Islam. Sehingga, ilmu yang dikembangkan para ilmuwan Muslim bisa berkembang luas kepada bangsa-bangsa lain.

"Di masa keemasan sains Islam, mereka tidak melakukan sains Islam, mereka melakukan sains," pungkasnya.




(ask/fay)