Starship ditargetkan bisa terbang perdana ke orbit pada 6 bulan lagi, yang kemudian dilanjutkan dengan misi berawak manusia ke antariksa. Starship sendiri adalah nama terbaru untuk roket yang sebelumnya bernama B.F.R, yang mengacu pada 'Big', 'Rocket', dan huruf terakhir yang tak pernah dijelaskan oleh Musk.
Musk pun mengaku bakal terus melanjutkan penelitiannya untuk mengembangkan Starship sebagai sarana transportasi super cepat di bumi. Menurutnya penerbangan antara New York dan Tokyo bisa ditempuh dalam waktu 30 menit saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Intercontinental ballistic missile, atau peluru kendali balistik antar benua, adalah sebuah peluru kendali (rudal) dengan jangkauan yang sangat jauh, di atas 5.000 km hingga 12.000 km. Misil semacam ini didesain untuk membawa bom nuklir, yang mulai dikembangkan secara masif pada era Perang Dingin.
Baik Amerika Serikat maupun Uni Sovyet (kini Rusia) mengembangkan program penelitian roket semacam ini, yang menggunakan desain roket Jerman.
"Tak ada yang lebih kencang daripada ICBM. (Starship) hanya tak membawa bom nuklir dan bisa mendarat," tambah Musk, seperti dikutip detikINET dari New York Times, Senin (30/9/2019).
Starship adalah sebuah roket berwarna perak yang mengkilat. Tampilan prototipe roket ini mirip sesuatu yang berasal dari film fiksi ilmiah keluaran 1950-an. Tak ada alasan khusus dalam pemilihan warna perak ini, selain karena SpaceX belum mementingkan estetika tampilan roketnya.
Roketnya sendiri terbuat dari bahan stainless steel, meski awalnya direncanakan terbuat dari carbon fiber. Stainless steel jelas lebih berat dari carbon fiber dan aluminum, tapi harganya jauh lebih murah, yaitu hanya 2% dari biaya jika memakai carbon fiber. Material ini pun punya titik leleh yang lebih tinggi, dan kuat menahan panas yang muncul saat roket memasuki atmosfer bumi.
(asj/fay)