"Kami selalu jadi yang pertama di antariksa dan ingin agar manusia pertama yang lahir di angkasa adalah warga Rusia," kata Dr Irina Ogneva, ahli biofisika di Institute of Medical and Biological Problems of Russian Academy of Sciences.
Namun dikutip detikINET dari Metro, ambisi itu masih terkendala karena sejauh ini belum ada kosmonot Rusia mau mendonasikan sperma saat berada di luar angkasa, yang akan digunakan untuk kepentingan riset.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irina menegaskan prioritas utamanya memastikan bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat. "Paling penting bukan soal bayinya lahir tapi dilahirkan dengan sehat. Dalam hal ini kami tanpa diragukan kompetitif, karena kami memimpin dalam banyak studi," cetus dia.
Wanita ini mengakui belum ada rentang waktu yang pasti kapan ambisi tersebut jadi kenyataan. "Memang masih terlampau awal untuk menentukannya, tapi bisa dipatok sebagai tujuan. Dari sudut pandang ilmiah, kelahiran mamalia di angkasa bisa dicapai," papar Irina.
Persoalan etika dan moral memang berpotensi jadi penghalang. Irina menyatakan para kosmonot Rusia yang berada di International Space Station (ISS) menolak memberikan spermanya.
"Kami secara konstan menghadapi tantangan etis, moral, dan psikologis. Tidak ada relawan di antara para kosmonot," sebutnya.
Tantangan lain, jikapun ambisi itu benar jadi kenyataan, adalah potensi radiasi tinggi yang membahayakan bayi. Dan sejauh ini, juga belum ada kejadian hubungan intim di luar angkasa.
Pada tahun 1960-an, pernah lahir bayi yang dijuluki sebagai 'bayi pertama antariksa' di Rusia. Tapi bukan karena lahir di atas sana, melainkan karena kedua orang tuanya kosmonot. Yaitu Andriyan Nikolayev dan Valentina Tereshkova, wanita pertama yang pernah ke antariksa.
(fyk/krs)