Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengatakan, hari tanpa bayangan merupakan peristiwa ketika Matahari berada tepat di atas ekuator (khatulistiwa). Alhasil, pada siang hari, Sang Surya tepat di atas kepala dan mengakibatkan tidak ada bayangan.
"Matahari melintas di atas kepala. Dampaknya, saat itu Matahari akan lebih terik dibandingkan saat solstice," ujar Pusat Sains Antariksa LAPAN Rhorom Priyatikanto dalam keterangannya, Jumat (16/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, solstice atau titik balik Matahari adalah ketika surya berada di titik paling utara dan paling selatan. Solstice menandai puncak musim panas atau musim dingin.
Rhorom mengatakan, hari tanpa bayangan ini tidak berdampak pada perubahan percepatan maupun gaya gravitasi Bumi ataupun Matahari.
![]() |
"(Hari tanpa bayangan) mulai terjadi (menandakan) terjadi perubahan musim di wilayah Indonesia," kata Rhorom.
Indonesia, disebutkan LAPAN, mengalami hari nir bayangan sebanyak dua kali pada tahun ini, yaitu pada 21 Maret dan 23 September 2018.
Peristiwa ini terjadi karena Bumi beredar mengitari Matahari pada jarak 150 juta kilometer dengan periode sekitar 365 hari. Garis edar Bumi berbentuk agak lonjong sehingga Bumi kadang bergerak lebih cepat dan kadang bergerak lebih lambat.
Bidang edar Bumi disebut sebagai bidang ekliptika. Bidang ini miring sebesar 23,4 derajat terhadap bidang ekuator Bumi. Karenanya, Matahari tampak berada di atas belahan Bumi utara selama sekitar setengah tahun dan berada di atas belahan Bumi selatan setengah tahun sisanya.
"Perubahan posisi tampak Matahari menyebabkan perubahan musim di Bumi, misalnya empat musim di daerah subtropis dan juga musim kering-basah di wilayah Indonesia," jelas Kepala Bagian Hubungan Masyarakat LAPAN Jasyanto. (agt/fyk)