Pada hari ini, Jumat (19/6/2020) Telkom akan melakukan perombakan jajaran direksi melalui Rapat Umum Saham Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Apakah perusahaan BUMN yang satu ini butuh pemimpin milenial?
Dalam beberapa hari terakhir, Pendiri Bukalapak Muhammad Fajrin Rasyid masuk dalam kandidat direktur Telkom. Menteri BUMN Erick Thohir sempat membocorkan, salah satu direksi perusahaan plat merah ini berasal dari generasi milenial.
Selain Fajrin, ada rumor yang beredar bahwa Achmad Zaky dan Hugroho Heruchayono juga dalam radar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya nggak yakin jika para milenial ini akan ditempatkan sebagai posisi Dirut Telkom, karena terlalu riskan mengingat Telkom itu adalah perusahaan yang dual listed, di mana market caps sekitar Rp 400 triliun dengan brand value USD 4,6 miliar," ujar Pendiri IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin.
Posisi dirut dan jajaran direksi lainnya, kata Doni, lebih tepat apabila diisi sosok yang berpengalaman, khususnya di bidang telekomunikasi seperti bisnis yang dijalankan Telkom selama ini.
Doni malah memprediksikan bahwa sosok generasi muda itu ditempatkan sebagai direksi, baik itu di posisi direktur digital service, strategic portfolio, consumer, atau keuangan.
"Pertanyaan kritisnya kan, apa iya Telkom butuh milenial leader hingga posisi direksi untuk memuluskan transformasi menjadi digital company?" tanyanya.
Menurut Doni, Telkom itu secara kultur perusahaan BUMN yang paling serius menjalankan transformasi digital. Mereka, ucapnya, bahkan menjadi acuan dari BUMN lainnya yang menjalankan transformasi.
Selain itu, Telkom juga sudah mengadopsi pola kerja ala startup di mana dalam perekrutan talent sudah ada socio digital leader, merangsang inovasi dengan program Amoeba, bahkan di bisnis digital untuk kalangan operator Telkom adalah yang paling konsisten dibanding operator lain.
Telkom pun memiliki perusahaan modal ventura, yang dibuktikan dengan keberadaan MDI Ventures dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) yang belum lama dibentuk oleh anak perusahaan Telkomsel.
"Nah, kurang disruptif dan milenial apa suasana yang dibangun Telkom? Apakah jika memang nanti tiga sosok yg dianggap milenial itu akan membawa Telkom makin disuptif?" imbuhnya.
"Bisa ya bisa tidak. Jangan lupa, Telkom pun pernah ambil talent dari luar yang kategori milenial atau disruptif dalam membangun bisnis digital. Misal dulu mojopia (cikal bakal Blanja) MDI, tapi apa kineja langsung melesat? Tidak juga," tuturnya.
Doni memaparkan, mengingat Telkom ini adalah perusahaan yang sudah berdiri lama dan ada budaya kerja yang kuat juga. Jadi, leader apa yang dibutuhkan Telkom?
"Telkom butuh leader yang mampu menggenjot potensi dimilikinya (SDM, Infrastrktur, Pasar) untuk bersaing dan menjadi Digital Company. Terjebak dalam dikotomi milenial dan kolonial itu bisa menyesatkan dalam melakukan regenerasi bagi sebuah perusahaan," ungkap dia.
"Apalagi kandidat yang ditawarkan sebenarnya belum proven juga. Ingat, BUMN yang dilihat kinerja keuangan adalah revenue dan net profit, serta sumbangan dividen. Sementara para kandidat selama ini lebih banyak mengelola perusahaan yang mengejar GMV. Pola kerjanya lebih banyak spending money untuk mengejar valuasi," kata Doni menambahkan.
Doni juga menegaskan bahwa perusahaan BUMN ada pertanggungjawaban untuk setiap rupiah yang dikeluarkannya.
"Idealnya jika memang ingin mencoba milenial leader yang digadang-gadang itu, kenapa nggak ditaruh di Blanja.com atau MDI Ventures. Ini rasanya akan bisa mengakomodasi 'disruptif liar' dari para milenial yang selama ini biasa menggenjot GMV," pungkasnya.
(agt/afr)