.webp)
Steve Chelset, insinyur antariksa yang bekerja di Jet Propulsion Laboratory NASA, menyatakan hal itu, di mana ia sehari-hari mengamati komet yang lalu lalang di angkasa.
Dikutip detikINET dari IB Times, ia menjelaskan bahwa komet berasal dari awan Oort, area di dekat tepi Tata Surya yang dipenuhi dengan bebatuan antariksa berukuran masif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, komet sering memiliki orbit memanjang, yang menyebabkannya bergerak lebih cepat dibandingkan asteroid.
Ukuran komet seperti disebutkan, lebih besar dari asteroid, di mana banyak di antaranya seukuran gunung atau seluruh kota. Karena kombinasi kecepatan dan ukurannya, maka kerusakan yang ditimbulkan otomatis lebih besar.
"Karena orbitnya unik, panjang, mereka bergerak lebih cepat dari asteroid saat mereka mendatangi area di sekitar Bumi, sehingga komet memiliki hantaman lebih besar," papar Steve.
"Ditambah lagi adalah yang datang dari tempat jauh dan mencapai Tata Surya kita, ukuran mereka tidak kecil. Jadi tidak hanya lebih ngebut, mereka mungkin lebih besar," imbuhnya.
Masih ada lagi masalahnya, yaitu komet lebih sulit dideteksi ketimbang asteroid. Lantaran bebatuan itu berasal dari tepi Tata Surya, melacak komet yang berada dalam jalur menabrak Bumi bukan sesuatu yang mudah.
Dalam kebanyakan kasus, sistem deteksi otomatis baru dapat mendeteksi komet yang mendekat jika sudah mencapai Planet Jupiter atau Saturnus.
Maka saat sistem mendeteksi, Bumi hanya punya sedikit waktu persiapan untuk menghadapinya. Barangkali setahun atau 2 tahun.
Tergantung dari ukurannya, Steve menyebut bahwa tabrakan yang disebabkan komet bisa membahayakan dunia. "Bisa benar-benar menghancurkan untuk planet ini," cetusnya.
"Pikirkan tentang pembunuh dinosaurus pada 65 juta tahun lalu. Ini lebih buruk," tandas Steve. Namun kabar baiknya, belum ada ancaman dari komet terdeteksi dan selain itu, lembaga antariksa semacam NASA tentu sudah mempersiapkan perlindungan bagi Bumi.
 |
Halaman 2 dari 2
