Saat ditemui detikcom, operator observatorium Imah Noong, Fahri Ahmad Wijaya, mengatakan, dibuatnya kacamata khusus itu untuk mengedukasi masyarakat akan fenomena gerhana matahari cincin.
"Fenomena ini langka, jadi tidak bisa diamati setiap saat, gerhana bisa dipelajari baik dari segi saintifik maupun dari khazanah budaya orang terdahulu," kata Fahri di Observatorium Imah Noong, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jumat (22/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tiap tahun kita buat, dari tahun 2012. Biasanya 10 ribu pertahun, kali ini kita buat lebih banyak, karena fenomenanya cukup langka," kata Fahri.
Menurut Fahri, orang zaman dulu mengaitkan gerhana dengan makhluk mitos. Seperti suku Dayak mengaitkan gerhana dengan ular raksasa, begitu pun di Sulawesi, yang mengaitkan gerhana dengan raksasa.
"Dari sana kita juga bisa belajar keanekaragaman budaya, dilihat dari sejarah dan mitologi," katanya.
Sementara dari sisi sains, gerhana bisa menjadi momentum untuk mengukur jarak bumi dan bulan. "Kami juga dapat pesanan dari Kemenag, UMSU, Planetariun Jakarta dan instansi lainnya untuk pengamatan nanti," ucapnya.
Satu kacamata dibanderol dengan harga Rp 15 ribu - Rp 35 ribu, tergantung dari jumlah filter cahaya yang digunakan. "Kalau yang satu filter Rp 15 ribu, pembuatan kacamata ini melibatkan ibu-ibu di Kampung Areng ini," ujarnya.
(asj/fyk)