Tuduhan Serius Pendiri Telegram Pada WhatsApp
Hide Ads

Tuduhan Serius Pendiri Telegram Pada WhatsApp

Fino Yurio Kristo - detikInet
Jumat, 17 Mei 2019 11:28 WIB
Pavel Durov. Foto: Instagram
Jakarta - Dalam kolomnya yang berjudul 'Why WhatsApp will never be secure', pendiri Telegram, Pavel Durov, mengkritik WhatsApp habis-habisan. Ia pun membeberkan sejumlah kelemahan WhatsApp dan berbagai tuduhan serius.

"Dunia sepertinya terkejut dengan berita bahwa WhatsApp mengubah ponsel apapun jadi spyware. Segala hal di ponselmu, termasuk foto, email dan teks bisa diakses oleh penyerang hanya karena kalian menginstall WhatsApp," tulisnya.

"Berita ini tak mengagetkanku. Tahun lalu, WhatsApp harus mengakui mereka punya isu yang sangat sama, sebuah panggilan video tunggal via WhatsApp adalah yang dibutuhkan hacker untuk mendapatkan akses pada seluruh data ponselmu," tambah dia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Ia pun mengemukakan WhatsApp bisa jadi mudah dimata-matai oleh pemerintah. Ada kesan WhatsApp sengaja dirancang supaya tidak bisa diteliti secara independen karena bukan aplikasi open source.

"Tak seperti Telegram, WhatsApp bukan open source, tidak ada cara bagi peneliti keamanan untuk secara mudah mengecek apakah ada backdoor di kodenya. Tidak hanya WhatsApp tidak mempublikasikan kodenya, mereka melakukan sebaliknya, WhatsApp secara sengaja mengaburkan binari aplikasi untuk memastikan tak seorangpun bisa mempelajari secara menyeluruh," tulis Durov.

"WhatsApp dan induk perusahaannya Facebook bahkan mungkin diminta mengimplementasikan backdoor, dengan proses rahasia. Tak mudah menjalankan komunikasi aman via Amerika Serikat. Seminggu saat tim kami di AS pada 2016, ada 3 percobaan inflitrasi oleh FBI. Bayangkan apa yang terjadi selama 10 tahun pada perusahaan yang berbasis di AS," tambah dia.



"Aku mengerti lembaga keamanan menjustifikasi penanaman backdoor sebagai usaha anti teror. Masalahnya, backdoor semacam itu juga dipakai kriminal dan pemerintahan otoriter. Tak heran diktator sepertinya suka WhatsApp. Kurangnya keamanan memungkinkan mereka memata-matai rakyat sendiri, jadi WhatsApp terus tersedia di tempat seperti Rusia atau Iran, di mana Telegram diblokir," begitu lanjut Durov.

Berikut penjelasan Durov lebih lanjut.

"Di 2012, WhatsApp masih mengirimkan pesan dalam teks plain. Itu adalah kegilaan. Bukan hanya pemerintah dan hacker, operator dan admin WiFi pun punya akses pada seluruh teks WhatsApp.

Kemudian WhatsApp menambahkan sejumlah penyandian, yang secara cepat jadi cara marketing. Tapi cara memecah enskripsi itu tersedia di beberapa pemerintahan seperti Rusia. Lalu, saat Telegram mulai meraih popularitas, pendiri WhatsApp menjual perusahaan ke Facebook dan mendeklarasikan bahwa privasi ada di DNA mereka. Jika benar, itu berarti privasinya dalam keadaan terbengkalai.

Pada 3 tahun silam, WhatsApp mengumumkan mereka akan mengimplementasikan enskripsi end to end sehingga tidak ada pihak ketiga bisa mengakses pesan. Bersamaan dengan dorongan agar semua pengguna back up chat mereka di cloud.

WhatsApp tidak memberitahu user bahwa saat back up, pesan tidak lagi terlindungi oleh penyandian end to end dan bisa diakses oleh hacker atau penegak hukum. Marketing brilian dan beberapa orang naif dipenjara karena itu.

Mereka yang cukup tahan tidak back up chat masih bisa dilacak dengan beberapa trik. Metadata user WhatsApp, log yang mendeksripsikan siapa chat dengan siapa dan kapan, bocor pada semua lembaga dalam volume besar oleh perusahaan induk WhatsApp. Di atas itu, celah keamanan kritis terus muncul,"

Beragam pernyataan Durov itu memang belum tentu benar, apalagi dia adalah pendiri aplikasi pesaing. Belum ada tanggapan dari WhatsApp soal berbagai serangan Durov itu. (fyk/fyk)