Ada Potensi Cuan dari Teknologi yang Bisa Tunda Kematian
Hide Ads

Ada Potensi Cuan dari Teknologi yang Bisa Tunda Kematian

Muhamad Imron Rosyadi - detikInet
Jumat, 10 Mei 2019 04:00 WIB
Google disebut sebagai salah satu perusahaan yang punya teknologi penunda kematian. Foto: Getty Images/Justin Sullivan
Jakarta - Bank of America Merrill Lynch mengungkapkan bahwa salah satu peluang investasi terbesar dalam sedekade ke depan akan mengarah kepada perusahaan yang disebut mampu menunda kematian manusia. Pasarnya disebut akan bernilai paling tidak USD 600 miliar (Rp 8.619 triliun) pada 2025, meningkat dari USD 110 miliar (Rp 1.580 triliun) saat ini.

Satu yang menarik, Bank of America juga menyebut angka harapan hidup manusia dapat melampaui 100 tahun. Hal ini dapat terjadi jika melihat inovasi pada genomics (ilmu tentang genom) hingga big data, sebagaimana detikINET kutip dari CNBC, Kamis (9/5/2019).




SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Angka 100 tahun tentu terbilang ambisius. Pasalnya, berdasarkan data dari World Bank per 2017, rata-rata angka harapan hidup di dunia masih berkisar di angka 72 tahun.

Di Indonesia sendiri, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per 2018, angka harapan hidup untuk laki-laki mencapai 69,3 tahun. Sedangkan untuk perempuan angka harapan hidupnya sedikit lebih panjang, yakni 73,19 tahun.

Lebih lanjut, induk perusahaan Google, Alphabet, disebut jadi salah satu perusahaan yang mendukung teknologi penunda kematian ini. Bahkan, mereka disebut sedang berada di sebuah titik dalam memberikan peningkatan pada kualitas dan rentang harapan hidup manusia yang belum pernah terjadi sebelumnya.




Hal ini merujuk pada pertumbuhan penggunaan kecerdasan buatan yang dikombinasikan dengan data kesehatan. Para peneliti diharapkan dapat terbantu dalam menganalisis patologi dalam beberapa tahun ke depan.

Bukan cuma Alphabet satu-satunya perusahaan teknologi yang bergerak di bidang tersebut. Amazon dan Apple juga masuk ke dalam korporasi yang bergerak di sektor ini.

Untuk Alphabet, melalui Google, mereka telah mengembangkan algoritma yang dapat membantu tenaga medis dalam mendeteksi kanker. Kemudian, Amazon melalui machine learning miliknya juga punya teknologi dalam mendapat informasi kesehatan dari dokumen-dokumen seperti catatan dokter dan rekam kesehatan pasien.




Satu yang paling terlihat mungkin datang dari Apple. Mereka telah menanamkan sensor electrocardiogram (ECG) pada Apple Watch Series 4.

Sensor tersebut mampu mendeteksi terjadinya detak jantung yang tidak normal (fibrilasi atrial) pada pengguna. Kemampuan tersebut diklaim beberapa pihak sebagai 'fitur penyelamat nyawa' lantaran fibrilasi atrial bisa mengarah ke stroke, penyakit jantung, hingga kematian. (mon/krs)