Baru-baru ini, jagat teknologi dihebohkan dengan kehadiran kecerdasan buatan yang menjelma menjadi seorang pembawa acara berita. Kejadian tersebut terjadi di China dan dilakukan dalam siaran sungguhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para akademisi bertugas untuk menciptakan sistem yang mampu menganalisis data dari berbagai pertandingan. Hal tersebut bertujuan untuk melacak pergerakan pemain dan bola dan mengembangkan komputer yang bisa menampilkan benchmark dalam membandingkan performa tiap pemain.
Nantinya, mereka bisa menampilkan alternatif apa saja yang dapat dilakukan oleh pemain di tiap kondisi. Misalnya, jika di kejadian nyata pemain tersebut melakukan operan, bukannya tembakan langsung, ketika sedang menyerang, maka kompter akan memberikan alternatif hasil jika pemain bersangkutan menendang bola ke gawang.
Harapannya adalah para pelatih dan staf yang membantunya dapat menggunakan sistem tersebut untuk membantu pemain dalam meningkatkan kemampuan mereka ketika mengambil keputusan, sebagaimana detikINET kutip dari The Next Web, Jumat (9/11/2018).
Dalam prosesnya, para akademisi itu menggunakan cabang dari kecerdasan buatan yang bernama imitation learning. Teknologi tersebut memungkinkan komputer untuk mempelajari aksi pemain di lapangan dengan menganalisis riwayat data sebelumnya dengan jumlah yang sangat besar.
Teknologi semacam ini sudah diaplikasikan pada kecerdasan buatan yang mampu memainkan permainan Go. Di sini, komputer belajar untuk membuat keputusan dengan mencoba berbagai langkah secara terus menerus sampai mendapat keputusan yang benar.
Saat ini, akademisi dari Loughborough University sudah membuat sistem yang mampu membuat model pergerakan pemain dan bola. Ke depannya, mereka berencana untuk menambahkan detail seperti posisi tubuh, detak jantung, dan kondisi permainan.
Sistem tersebut dijadwalkan mulai dapat diimplementasikan dua tahun lagi dari sekarang. Sekadar informasi, Chelsea dan Loughborough University memang sudah menetapkan kerja sama sejak tahun lalu, sehingga lini masa tersebut menjadi sangat wajar.
Sistem ini sendiri ditujukan untuk akademi Chelsea, bukan tim utamanya. Di masa depan, bukan tidak mungkin lulusan akademi klub asal London Barat itu akan jadi andalan dan bukannya dipinjamkan ke berbagai klub secara terus menerus tanpa masa depan yang jelas.
Apakah dengan teknologi ini Chelsea bisa melahirkan pesepakbola seperti tokoh Santana di Captain Tsubasa, yang dijuluki 'Robot Sepakbola', di dunia nyata? Menarik untuk ditunggu apa hasil dari sistem tersebut dalam beberapa tahun mendatang.
(mon/krs)