Dalam video tersebut terlihat seorang pria menempelkan mesin EDC pada kantong belakang seseorang yang di dalamnya terdapat kartu kredit atau debit. Dalam sekejap, mesin tersebut melakukan transaksi hanya dengan cara ditap.
Duh, serem amat. Waspadalah, waspadalah π pic.twitter.com/m3gribn8J4
β [rou] (@rourry) July 25, 2018
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa. Karena itu menggunakan RFID jarak pendek. Ini kasusnya di luar negeri," kata ahli keamanan siber Alfons Tanujaya, saat berbincang dengan detikINET, Rabu (25/7/2018).
Baca juga: Keamanan Digital Dimulai dari Diri Sendiri |
"Secara teknis (di Indonesia) bisa terjadi. Tapi di Indonesia nominal yang bisa ditap langsung terbatas. Di luar negeri limit transaksinya besar. Banyak yang melakukannya karena risiko dan hasilnya sepadan," sambungnya.
Menurut Alfons, kartu yang rentan menjadi korban adalah semua kartu cashless seperti e-money yang di Indonesia biasa digunakan untuk naik kereta atau bus Transjakarta.
Nah, kartu semacam ini, di Indonesia, rata-rata saldo maksimalnya di bawah Rp 1 juta. Kartu kredit atau debit dengan limit besar masih sangat jarang yang bisa transaksi tanpa otorisasi (tanpa harus memasukkan PIN).
"Kalau kartu kredit dan debit harus memasukkan PIN. Di luar negeri, ada kartu yang tanpa PIN dan itu limitnya besar. Contoh di video itu adalah kartu kredit yang bisa ditap," urai ahli keamanan dari Vaksincom ini.
Dikatakannya, biasanya para pemilik kartu di luar negeri akan melindungi kartunya dengan menyimpannya di kotak kartu nama berbahan aluminium, sehingga tidak bisa ditap tanpa izin.
Alfons melanjutkan, mesin EDC yang digunakan pada kasus seperti yang tersebar dalam video tersebut adalah mesin EDC yang bisa melakukan transaksi dengan RFID.
Dia juga menjelaskan, tidak semua EDC bisa melakukan charge RFID. Hanya yang ditambahkan alat NFC yang bisa melakukan transaksi langsung dengan cara ditap. Itupun, harus dari bank yang sama. Di Indonesia, jika berasal dari bank yang berbeda (antara kartu dengan mesin EDC) tidak kompatibel.
Baca juga: Bitcoin Masih Jadi Favorit Para Kriminal |
Alfons menyimpulkan, kejadian seperti dalam video yang beredar kemungkinan kecil terjadi di Indonesia karena hasilnya tidak sepadan dengan usaha yang harus dikeluarkan.
"Mereka harus punya akun merchant bank. Costnya besar dan sulit dapat akunnya. Alatnya juga harus yang baru, yang pakai GSM dan ada baterai. Sementara saldo yang didapat kecil. Jadi motivasi pelaku kecil," tutupnya. (rns/rou)