Hal tersebut membuat ZTE kembali bisa menjalankan bisnis karena diperbolehkan menjalin hubungan dengan para penyedia perlengkapan teknologi asal AS yang dibutuhkannya. Perusahaan yang berkantor pusat di Shenzen itu diketahui sempat menjalani hukuman yang tak memperbolehkannya melakukan impor perlengkapan teknologi dari vendor asal Negeri Paman Sam.
Meski begitu, ZTE juga tidak boleh sembarangan untuk menjalin kerja sama kembali dengan para penyedia perlengkapan teknologi asal AS. Dalam kurun waktu satu bulan itu, pihaknya tidak boleh melakukan bisnis baru dalam bentuk apa pun dengan perusahaan-perusahaan dari negara yang dipimpin oleh Donald Trump tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain sudah membayar denda, ZTE juga telah mengumumkan perombakan jajaran direksi dan pejabat eksekutifnya belum lama ini, sebagaimana detikINET kutip dari Reuters, Kamis (5/7/2018). Itu juga menjadi syarat dari Depdag AS agar mereka mau mencabut hukuman yang dihatuhkan kepada perusahaan berusia 33 tahun tersebut.
Dengan penangguhan ini, paling tidak ZTE bisa bernapas lega dalam kurun waktu satu bulan ke depan, walau kejelasan setelah periode tersebut berakhir masih belum jelas. Pasalnya, sanksi yang diterima olehnya telah membuat sahamnya disebut anjlok sekitar 60% dalam dua bulan terakhir. Selain itu, valuasinya juga dilaporkan menurun hingga lebih dari USD 11 miliar, atau sekitar Rp 157 triliun.
Parahnya lagi, perusahaan infrastruktur telekomunikasi dan smartphone ini bahkan sempat tak bisa memperbaiki toilet. Hal tersebut dikarenakan ZTE tak bisa membeli suku cadang yang dibutuhkan untuk membenahi toilet di kantor pusatnya lantaran sejumlah fasilitas disediakan oleh perusahaan asal AS.