Zuckerberg sendiri akhirnya datang ke Capitol Hill di Washington DC untuk memenuhi panggilan kongres terkait skandal penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica.
Sejak tiba beberapa jam lalu, Zuckerberg pun langsung diberondong pertanyaan oleh para senator yang hadir dalam suasana yang mirip dengan rapat dengar pendapat di DPR-RI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka itu jelas tak main-main besarnya. Pasalnya, angka tersebut merupakan seperempat penduduk AS yang sudah memiliki hak pilih. Dan tentunya, dengan Cambridge yang berasosiasi politik, kasus ini dikhawatirkan bisa berimbas luas.
Hingga berita ini diturunkan, Rabu (11/4/2018), Zuckerberg sendiri seperti disaksikan detikINET lewat live streaming, masih terus melayani pertanyaan sengit dari segala penjuru ruang kongres dengan raut muka para senator yang terlihat tegang.
Zuckerberg sendiri terlihat menyesal dan mengakui kesalahannya tidak langsung menginformasikan pengguna atas kasus ini. Namun ia berulang kali coba meyakinkan para anggota parlemen bahwa data pelanggan aman, dan tidak dijual oleh Facebook.
Pemuda terkaya di dunia ini pun cuma bisa tersenyum kecut saat disindir soal gayanya dan pengaruhnya. Soal kampanye #deleteFacebook pun juga ikut disinggung, dan lagi-lagi cuma bisa bikin Zuckerberg mengangguk lemah.
"Apakah Anda merasa sudah jadi orang yang sangat berkuasa sekarang? Apakah Facebook sudah jadi superpower dan monopoli? Tapi rasanya Anda tak sepowerful itu, buktinya Facebook tidak bisa menaklukkan China," ketus salah satu senator.
Panas Sebelum Sidang
Tensi tinggi memang sudah terasa sejak sebelum 'sidang' dimulai. Ketua Komite Senat urusan Niaga, Sains, dan Transportasi John Thune membuat sebuah pernyataan bernada pedas terhadap Zuckerberg sebelum tokoh dunia internet itu bersuara di depan Kongres.
Dalam pernyataannya seperti dilansir CNN, Thune juga menyinggung peluang akan diberlakukannya peraturan baru yang bakal mengatur perusahaan teknologi seperti Facebook.
"Di masa lalu, banyak kolega saya baik di kedua sisi [Republik maupun Demokrat] telah bersedia menghormati upaya perusahaan teknologi untuk mengatur diri mereka sendiri. Tapi ini mungkin berubah," katanya.
"Tuan Zuckerberg, dengan banyak cara Anda dan perusahaan yang Anda ciptakan mewakili Mimpi Amerika. Banyak orang amat terinspirasi oleh apa yang telah Anda ciptakan," kata Thune.
"Di waktu yang bersamaan, Anda memiliki kewajiban untuk memasikan bahwa mimpi itu tidak akan menjadi mimpi buruk privasi bagi sejumlah pengguna Facebook," lanjutnya.
Tekanan Zuckerberg bakal dicecar habis oleh parlemen AS juga ditambah oleh situasi di luar Capitol Hill. Kelompok protes daring Avaaz menyusun sekitar 100 sosok mirip Zuckerberg yang memakai kaus bertuliskan 'Perbaiki Facebook'.
Zuckerberg yang telah mendirikan Facebook sejak 2004 ketika masih berkuliah di Harvard University kini tengah berjuang membuktikan bahwa dia adalah orang yang tepat untuk terus memimpin perusahaan teknologi tersebut.
Sejak skandal penyalahgunaan data Facebook terkuak, beragam kritik menghujani Zuckerberg. Krisis kepercayaan pun berkembang di antara pengguna, pengiklan, karyawan, dan investor terhadap ia dan Facebook.
Skandal terkuak sejak data 87 juta pengguna Facebook yang sebagian besar berada di Amerika Serikat, termasuk di Indonesia, telah bocor dan disalahgunakan oleh konsultan politik Donald Trump ketika pemilihan Presiden 2016, Cambridge Analytica.
Kembali Minta Maaf
Zuckerberg pun kembali mengakui kesalahannya di hadapan parlemen AS dan berjanji akan bertanggung jawab atas kondisi yang menerpa perusahaan rintisannya itu.
"Jelas kini bahwa kami tidak melakukan upaya yang cukup untuk mencegah alat ini digunakan untuk hal yang berbahaya," katanya. "Kami tidak memiliki pandangan cukup luas atas tanggung jawab kami dan itu adalah sebuah kesalahan," lanjut Zuck.
"Itu adalah kesalahan saya, dan saya minta maaf. Saya yang memulai Facebook, saya menjalankannya, dan saya bertanggung jawab atas yang terjadi saat ini," masih kata Zuckerberg di hadapan 40 anggota senator yang hadir dalam rapat parlemen tersebut.
(rou/rou)