Saat ditanyakan perihal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara memilih tidak mau menjawabnya.
"Ini kita (bahas) tanda tangan ini dulu," kata Rudiantara saat ditemui usai acara Penandatanganan Perjanjian Pembiayaan Sindikasi Proyek Palapa Ring Paket Tengah di Grand Hyatt, Jakarta, Senin (29/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah melayangkan ketidakpuasannya terkait tarif baru interkoneksi yang ditetapkan Kominfo.
Sikap keberatan itu kemudian direalisasikan dengan mengirimkan surat keberatan kepada Kominfo yang mempertanyakan proses perhitungan tarif interkoneksi yang secara rata-rata turun 26% tersebut.
Biaya interkoneksi adalah biaya yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan. Biaya ini salah satu komponen dalam menentukan tarif ritel selain margin, biaya pemasaran, dan lainnya.
Nah, tarif baru interkoneksi sendiri percakapan suara lintas operator (off-net) untuk penyelenggara jaringan bergerak seluler adalah Rp 204, turun dari sebelumnya Rp 250 untuk seluruh operator seluler di Indonesia mulai 1 September 2016.
Ririek menjelaskan perhitungan tarif interkoneksi sejatinya telah diatur. Dimana intinya interkoneksi harus berbasis biaya masing-masing operator lantaran kemampuan membangun operator ini berbeda-beda.
Di aturan memang tidak disebutkan perhitungan tarif interkoneksi harus berdasarkan metode simetris atau asimetris. Yang disebutkan adalah berbasis biaya masing-masing operator, tetapi karena operatornya berbeda-beda maka dalam arti luas jaringan, biaya dan lainnya.
"Namun meski ada beberapa pertimbangan, tetapi yang paling menentukan adalah luas jaringan, karena operator yang punya 10 BTS dan 1.000 BTS kan biayanya berbeda. Dan pada saat kondisi operator berbeda -- tidak seimbang β maka otomatis biaya yang dikeluarkan juga berbeda, dan otomatis jadi asimetris. Seharusnya begitu," lanjut Ririek.
"Kalau ada operator yang punya 10 BTS dan 1.000 BTS dibayar sama maka yang punya BTS sedikit gak bakal mau bangun agresif, 'ngapain bangun banyak kalau pada akhirnys dibayar sama dengan punya 1.000 BTS?'. Padahal seharusnya, interkoneksi gak boleh ambil untung karena itu cost recovery," imbuhnya.
Selama ini, tarif interkoneksi diatur secara simetris menggunakan pakai data angka Telkomsel sebagai operator dominan. Hanya saja ketika itu β sebelum tarif baru interkoneksi β sudah ada kesepakatan di antara operator. Sedangkan, tarif baru interkoneksi disebut Ririek belum ada kesepakatan.
"Karena murni cost based. Tapi sebenarnya formulasinya sudah ada, validasinya sudah ada. Jadi sebenarnya yang diakomodasi adalah angka-angka inputan. Berapa biaya capex, opex, rencana ke depan seperti apa. Itu yang divalidasi memakai konsultan. Ketika sudah valid, kemudian angka itu dimasukkan ke rumus tadi, harusnya seperti itu," ungkapnya.
Namun apa mau dikata, Kementerian Kominfo sudah mengetok palu hasil perhitungan tarif baru interkoneksi yang dianggap justru merugikan anak usaha Telkom tersebut. "Kami tidak puas, kami dan Telkom Group sudah memberikan respons resmi atas surat edaran itu," pungkas Ririek, dalam kesempatan berbeda. (afr/ash)