DPR Desak Pemerintah Cabut Lisensi Calo Frekuensi
Hide Ads

DPR Desak Pemerintah Cabut Lisensi Calo Frekuensi

- detikInet
Selasa, 04 Mar 2008 18:18 WIB
Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat RI mendesak pemerintah agar segera menindak operator telekomunikasi yang tidak memanfaatkan frekuensinya secara optimal dan hanya memperjualbelikannya saja.

Ketua Komisi I Theo L. Sambuaga menegaskan hal tersebut dalam putusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di hadapan seluruh pemangku kepentingan di sektor telekomunikasi yang hadir dalam RDP tersebut.

"Komisi I mendesak Postel untuk mencabut frekuensi yang tidak diutilisasikan operator secara benar demi meningkatkan teledensitas dan memanfaatkan frekuensi terbatas secara optimal," tegasnya di DPR, Selasa (4/3/2008).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota Komisi I DPR RI, Deddy Djamaluddin Malik menambahkan, praktik yang dilakukan operator seperti itu sangat merugikan masyarakat, karena layanan yang diberikan menjadi tidak optimal.

Pun ia menyarankan, frekuensi yang nganggur sebaiknya diserahkan kepada pemerintah untuk kemudian dialokasikan pada operator yang mampu mengoptimalkannya. "Jangan ada toleransi dengan perilaku operator yang tak ubahnya seperti calo frekuensi," ketusnya.

Panja Frekuensi

Meski operator telekomunikasi tetap memenuhi kewajiban membayar Biaya Hak Penggunaa (BHP) frekuensi dan membangun jaringan, namun jika penggunaan frekuensinya tidak optimal, maka lisensinya akan dicabut.

Berangkat dari hal itu, DPR dan pemerintah akhirnya sepakat membentuk panitia kerja (Panja) untuk mengevaluasi penggunaan alokasi frekuensi operator telekomunikasi.

Anggota Komisi I DPR RI Bahrum Siregar mengatakan, dengan dibentuknya Panja akan menjadi payung hukum dan dukungan bagi pemerintah jika di lapangan ada operator yang membiarkan frekuensinya dalam kondisi kosong (idle).

Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar, mengaku gembira dengan dibentuknya Panja. "Kami memang akan melakukan pemeriksaan jaringan 2G dan 3G milik operator. April ini akan diumumkan hasilnya," katanya.

Menurut Basuki, pemerintah sebenarnya sudah pernah melakukan penataan frekuensi dua tahun lalu di 800 Mhz untuk operator Fixed Wireless Access (FWA). "Semua itu ada payung hukumnya dan demi masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan kita akan melakukan penataan kalau ditemukan ada yang melanggar," jelasnya.

Sementara itu Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menambahkan, regulator selama ini telah memiliki mekanisme memeriksa penggunaan frekuensi. Setiap tahun dilakukan pemeriksaan berkaitan dengan optimalisasi komitmen pembangunan jaringan.

"Contohnya, untuk lisensi 3G, pada tahun pertama diharuskan jangkauannya memenuhi 10 persen dari populasi di dua propinsi. Setelah itu,pada tahun kedua menjangkau 20 persen populasi di lima propinsi. Jadi, mekanisme yang sudah ada ini saja dioptimalkan," lugasnya.

Secara terpisah, Direktur Corporate Affair Bakrie Telecom, Rakhmat Junaedi dan Direktur Jaringan XL, Dian Sisworini mengatakan, operator yang telah mengkomersialkan layanannya sudah optimal menggunakan frekuensi. Bahkan, saat ini mereka merasakan kekurangan spektrum frekuensi khususnya dalam menggelar layanan data.

"Carrier kami sudah diambil tiga oleh pemerintah untuk penataan frekuensi 800 Mhz. Sekarang kami hanya optimal di suara dan SMS. sedangkan untuk data kesusahan," keluh Rakhmat.

Sementara Dian mengungkapkan, belum lama ini XL telah meminta kepada pemerintah untuk menambah spektrum frekuensi selebar 5 Mhz. Saat ini XL telah memiliki frekuensi sebesar 7,5 Mhz di 900 Mhz dan 7,5 di 1.800 Mhz.

"Di frekuensi seluler masih ada yang idle sebesar 10 MHz di spektrum 1.800 MHz," ungkapnya tanpa mau menyebutkan nama operator pemilik frekuensi tersebut.

(rou/dwn)

Berita Terkait