Perusahaan software asal Jerman, SAP, buka suara terkait tuduhan telah melakukan suap kepada pejabat pemerintahan Indonesia dan Afrika Selatan.
Dalam keterangan resminya, SAP mengungkapkan bahwa mereka telah bekerjasama dengan pihak berwenang untuk menyelesaikan kasus ini.
"Kami menyambut baik kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai oleh SAP dengan Departemen Kehakiman (DOJ) Amerika Serikat (AS), Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) dan Otoritas Penuntut Nasional (NPA) Afrika Selatan terkait isu-isu seputar compliance yang sudah lama terjadi, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia yang relevan dengan U.S. Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) karena jangkauannya yang ekstra-teritorial," tutur SAP.
Pada kesempatan ini, SAP menegaskan perusahaan telah berpisah dari semua pihak yang bertanggung jawab, termasuk di Indonesia, atas isu ini lebih dari lima tahun yang lalu.
"Perilaku masa lalu dari mantan pegawai dan mantan mitra tertentu tidak mencerminkan nilai-nilai SAP atau komitmen kami terhadap perilaku etis," ucapnya.
SAP juga telah melakukan peningkatan yang signifikan terhadap program compliance dan kontrol internal kami selama beberapa tahun terakhir.
Bahkan, disampakan SAP, otoritas AS dan Afrika Selatan secara khusus menggarisbawahi remediasi SAP yang kuat, proses kontrol yang kokoh, dan peningkatan proses compliance.
Diberitakan sebelumnya, dalam dokumen pengadilan terhadap SAP yang dimuat dalam berita resmi Departemen Kehakiman Amerika Serikat bahwa SAP dituntut untuk membayar lebih dari USD 220 juta atau setara Rp 3,4 triliun dalam bentuk denda maupun administrasi.
Denda tersebut dijatuhkan karena SAP melakukan suap kepada pejabat pemerintahan di Afrika Selatan dan Indonesia. Khusus untuk Indonesia, pejabat yang dimaksud yang berada di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) atau kini bernama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Informasi (Bakti).
Terkait itu, Kepala Divisi Humas dan SDM Bakti Kominfo, Sudarmanto, menjelaskan bahwa penggunaan nama Bakti sudah digunakan sejak 2018. Perubahan nama tersebut sesuai dengan Peraturan Menkominfo Nomor 3 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Bakti.
"Untuk memperbaiki tata kelolanya dan modernisasi proses bisnis, pada tahun 2018, BLU Bakti menggunakan SAP dengan nilai kontrak untuk komponen perangkat lunak dan license SAP sebesar Rp 12,6 Milyar," ujar Sudarmanto dalam keterangan tertulis yang diterima detikINET, Senin (15/1/2024).
Disampaikan Sudarmanto, kontrak tersebut dilakukan melalui suatu proses perencanaan dan pengadaan yang transparan dan akuntabel sesuai ketentuan perundangan-undangan dan peraturan yang berlaku.
"Selain melakukan pemeriksaan internal terkait kasus tersebut, Bakti berkomitmen menjunjung tinggi penegakan hukum dan akan bekerjasama dengan otoritas terkait untuk mendukung pengelolaan APBN yang inklusif dan berkelanjutan menuju Indonesia yang maju, makmur, sejahtera, dan bersih dari korupsi," tuturnya.
Simak Video "Antusiasme Peserta Pelatihan Bahasa untuk Pariwisata Sumenep"
(agt/fay)