Wamen Kominfo Ungkap Alasan AI Perlu Punya Aturan Etika

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 27 Nov 2023 17:45 WIB
Wamen Kominfo Nezar Patria. Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET
Jakarta -

Sebagian besar dari kita, masyarakat modern, telah terpapar artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. AI bertebaran dalam kehidupan sehari-hari. Kalian sadar tidak?

Seperti disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika ( Wamen Kominfo) Nezar Patria, 79% masyarakat sudah terekspos dengan AI, mengutip data McKinsey & Company.

"Jadi saking ramainya AI ini menjadi topik perbincangan di masyarakat. Dan kalau kita lihat di data, ada 79% masyarakat telah berinteraksi dengan teknologi generatif AI dalam praktek sehari-hari," kata Nezar saat membuka FGD 'Kebijakan Teknologi Artifisial' di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin (27/11/2023).

Terkait dengan perkembangan kecerdasan artifisial, secara global pun 35% perusahaan di dunia telah memanfaatkan AI dan 42% sedang melakukan eksplorasi pemanfaatan AI.

"77% fitur dalam perangkat yang kita gunakan, memanfaatkan AI," sebut Nezar.

Di Indonesia, kata Nezar, diskusi mengenai penggunaan AI tidak mendadak ramai belakangan melainkan sudah melewati waktu yang cukup panjang.

"Hampir Hampir satu dekade ini sebenarnya AI sudah jadi perbincangan. Cuma puncaknya karena ada kehadiran generatif AI itulah banyak concern yang kemudian muncul," ujar Nezar.

Perlu Ada Aturan Etika AI

Di balik segala kecanggihan dan kemudahan yang disuguhkan AI, hadirnya teknologi ini punya memunculkan sejumlah tantangan yang harus diperhatikan.

Nezar menyebutkan, Pemerintah saat ini tengah mengkaji pengaturan optimal dalam pemanfaatan AI. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengatasi potensi isu yang bisa timbul dari penggunaan teknologi AI, seperti kesalahan analisis yang menyebabkan penyebaran informasi yang keliru, masalah hak cipta, serta dampak terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

"Ada banyak lapangan kerja yang hilang karena AI, tetapi ada juga lapangan kerja baru yang terbuka. Kehadiran AI ini juga membawa berbagai macam tantangan, mulai dari bias yang dihasilkan oleh algoritma yang bisa memunculkan diskriminasi ras, gender, bahkan agama, stereotyping. Saya kira ini juga sudah jadi concern di tingkat global, bagaimana ini harus diatasi," paparnya.

Kementerian Kominfo menurutnya secara positif mengamati perkembangan penggunaan AI. Ia menjelaskan bahwa regulasi mengenai AI tidak bertujuan untuk menghambat inovasi, melainkan sebagai langkah antisipatif terhadap risiko yang mungkin timbul. Bahkan, pemerintah juga telah berdiskusi dengan UNESCO mengenai pemanfaatan AI, terutama dari sudut pandang etika.

"Ini juga saya kira hal yang baru buat kita dan tantangan untuk pengaturan soal pengembangan AI. Oleh karena itu upaya data kelola AI semakin diperlukan, agar kemanfaatan AI dapat dilakukan secara aman dan produktif," ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa FGD 'Kebijakan Teknologi Artifisial' yang dilaksanakan hari ini, adalah salah satu upaya pemerintah menciptakan regulasi yang mampu meminimalkan dampak negatif penggunaan AI dengan melibatkan kolaborasi berbagai lembaga dan mitra di berbagai sektor.

"Untuk itulah saya kira salah satu alasan kenapa kita berkumpul semua di ruangan ini untuk mencoba melakukan brainstorming, mengkaji sejumlah perkembangan terbaru, risiko-risiko yang mungkin akan ditimbulkan oleh AI. Maximize the benefit, minimize the risk. Ini jadi prinsip yang diterima oleh banyak negara," tutupnya.



Simak Video "Video: Skill Kuasai AI Kini Jadi Pertimbangan Perusahaan Rekrut Karyawan"

(rns/rns)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork