Direktur Utama Bakti Kominfo Fadhilah Mathar mengungkapkan beroperasinya Satelit Republik Indonesia (Satria-1) tidak langsung menyelesaikan persoalan konektivitas di Indonesia.
Indonesia yang berupa negara kepulauan menjadi tantangan tersendiri dalam penggelaran infrastruktur telekomunikasi, khususnya di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T). Permasalahan ini yang menimbulkan kesenjangan digital antar wilayahnya.
Satria-1 yang sudah mencapai slot orbit 146 derajat Bujur Timur akan beroperasi pada 29 Desember 2023. Satelit itu akan membantu ketersediaan akses internet di pelosok tanah air. Akan tetapi, itu belum menuntaskan konektivitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alhamdulillah, kita sudah meluncurkan Satria-1. Tapi, Satria-1 itu bukan solusi atas semuanya, jangan mengira ada satelit kemudian selesai persoalan konektivitas Indonesia, tidak," ujar Fadhilah di acara Media Gathering Kementerian Kominfo, Jakarta, Jumat (24/11/2023).
Satria-1 berjenis Very High Throughput Satellite (VHTS) ini menjadi yang terbesar di Asia karena kapasitas yang dimilikinya mencapai 150 Gbps. Satelit internet pemerintah itu akan terhubung di 37 ribu titik lokasi layanan publik di seluruh Indonesia.
"Kita masih memerlukan kapasitas internet yang sangat besar. (Satria-1) itu per titiknya (kecepatan koneksi) hanya 3 Mbps, itu pun kami sudah bilang kepada Kemenkes misalnya, lalu Kementerian Pendidikan, Pos TNI dan Polri, kita pakai whitelist supaya aplikasi yang di atas penggunaan Satria-1 digunakan itu betul-betul aplikasi yg mandatory," tuturnya.
Selain dengan Satria-1, dalam mengatasi kesenjangan digital ini, Bakti punya program lainnya terkait menyediakan akses internet di 3T, yaitu melalui Palapa Ring, BTS 4G, hingga Akses Internet (AI).
Lebih lanjut, Fadhilah mengungkapkan, penggelaran infrastruktur telekomunikasi pakai satelit dinilai lebih efisien dan lebih cepat. Apakah Bakti Kominfo akan mulai merancang Satria-2?
"Semua satelit itu kita fokuskan ketika teresterial tidak tersedia dengan cukup baik. Nah, karena Indonesia merupakan negara kepulauan lebih dari 17 ribu pulau, memang kebutuhan konektivitas melalui satelit itu selalu ada karena pakai fiber itu lama, mahal, dan tidak bisa dijangkau dalam waktu cepat," kata Dirut Bakti Kominfo.
Wanita yang disapa Indah ini menyebutkan kalau kapasitas Satria-2 lebih besar daripada Satria-1, yaitu memiliki 300 Gbps.
"Jadi, kita berbarengan, sama-sama bangun, tapi Satria-2 itu wilayah yang sama dengan Satria-1 tapi yang new site ya, tidak ada konektivitas teresterial, microwave, maupun fiber optiknya itu belum mencukupi," pungkasnya.
(agt/afr)