Bjorka Hilang, Saatnya Menerka Penerapan UU PDP
Hide Ads

Kolom Telematika

Bjorka Hilang, Saatnya Menerka Penerapan UU PDP

I Wayan Suka Wirawan - detikInet
Selasa, 01 Nov 2022 21:12 WIB
Unisa Bicara soal Sanksi ke Mahasiswi Viral Komentar Pasang Kateter (Ilustrasi Smartphone)
Foto: Shutterstock

Pengecualian Informasi Publik

Hakikat hukum privat adalah hasil sejarah perjuangan terus-menerus individu untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan kolektif yang cenderung mengekang, seperti halnya hukum publik yang berpijak dari ide utilitas publica. Namun demikian, masing-masing mustahil dapat dipahami secara yuridis tanpa memikirkannya sebagai kesatuan.

Karena itu apa pun konteks hukumnya, entah itu keterbukaan informasi publik atau perlindungan data pribadi, proposisi imperatif pertama yang harus mendasari setiap analisis atas legal problem yang melibatkan kedua kepentingan tersebut tidak lain bahwa hukum publik dan hukum privat adalah satu-kesatuan.

Sebagai eksistensi normatif yang seharusnya melihat realitas dari berbagai jenis, tesis penyatuan inilah yang tampaknya diabaikan oleh beberapa ketentuan UU KIP yang dimaksudkan untuk mengecualikan informasi publik. Ini terlihat jelas walapun dikemas dengan sangat samar-samar.

Dengan mengatur ketentuan yang mengecualikan informasi publik sejauh informasi publik itu mengandung hal-hal bersifat pribadi, dan pada saat yang sama tidak diatur dan/atau dijelaskan lebih lanjut baik mengenai makna, pengertian, lingkup, adresat, konteks serta batas-batas pemaknaan atau interpretasinya, ini juga berarti bahwa leksikal, norma hukum yang terkandung dalam ketentuan-ketentuan pengecualian tersebut tidak lain menjadi sebagai berikut; "setiap informasi publik sepanjang mengandung informasi pribadi adalah informasi publik yang dikecualikan alias dilarang diakses publik".

Walaupun suatu informasi telah diserahkan dan/atau dikuasai atau disimpan oleh badan-badan publik yang berwenang, atau karena sifatnya harus diketahui publik, atau walaupun terdapat alasan-alasan hukum yang sah untuk menyatakan bahwa informasi yang mengandung informasi pribadi tersebut harus dibuka baik kepada publik maupun mereka yang berhak, informasi tersebut, sekali lagi sejauh berkaitan dengan hal-hal bersifat pribadi, simplistis dapat saja ditentukan sebagai informasi yang dikecualikan.


Aturan pengecualian yang terlalu bersifat umum tersebut mengabaikan situasi-situasi spesifik atau hard cases, sehingga penerapannya bagi penyelesaian kasus-kasus konkrit sangat mudah dapat terjerumus ke dalam berbagai kemungkinan radikal.

Pembentuk UU KIP melupakan situasi-situasi spesifik yang secara tidak terhindarkan dapat saja melahirkan masalah-masalah yuridis termasuk yang melibatkan hubungan antara bahasa dan hukum karena bahasa yang digunakan untuk menyatakan norma-norma hukum tidak selalu bermakna core, tetapi juga penumbra.

Untuk standar kepastian hukum, pernyataan pengecualian informasi yang dirumuskan sebagai "kepentingan umum" atau "kepentingan penyelenggaraan pemerintahan negara" sama saja dengan tidak mengatur apa-apa karena hakikat kerja yuridis melibatkan baik kepentingan publik maupun kepentingan pribadi.

Dengan berlindung di balik makna leksikal bahasa, badan publik bahkan dapat menyatakan mereka yang berhak atas sesuatu sebagai tidak berhak atas informasi mengenai sesuatu yang menjadi haknya, dengan alasan informasi yang dikecualikan.

Tidak ada hal paling menggelikan selain menyatakan seseorang tidak berhak atas informasi mengenai sesuatu yang justru menjadi haknya berdasarkan interpretasi terhadap alasan pengecualian informasi sebagaimana diatur UU KIP. Hal inilah yang lazim disebut sebagai "the misuse of privacy exemptions" atau penyalahgunaan pengecualian informasi berdasarkan alasan privacy.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Halaman selanjutnya: Pengecualian informasi pertahanan >>>



Simak Video "UU PDP Segera Diberlakukan, Kominfo Imbau Masyarakat Tetap Jaga Data Pribadi"
[Gambas:Video 20detik]