Namun pihak BSSN enggan mengomentari keberadaan RUU KKS menyimpan sejumlah masalah ini, seperti kemunculannya yang seperti diam-diam, atau pun sejumlah pasal di dalamnya yang bakal bisa dijadikan dasar untuk melakukan penyadapan massal terhadap warga Indonesia.
"Siang mas, no comment dari kami," ujar Juru Bicara BSSN Anton Setiawan singkat ketika dihubungi detikINET.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ketua ID Institute, Svaradiva, ada sejumlah pasal dalam RUU yang tumpang tindih dengan kewenangan lembaga lain. Selain itu membuat BSSN berpotensi jadi lembaga super.
Lalu menurutnya dalam pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa ancaman siber terdiri atas produk, prototipe produk, rancangan produk, atau invensi yang dapat digunakan sebagai senjata siber. Maka, banyak produk perangkat yang berpotensi diawasi oleh BSSN.
"Semua perangkat yang terhubung ke internet (seperti laptop, ponsel) bisa menjadi senjata siber. Berarti semua produk untuk mengakses internet masuk dalam ancaman siber dan diawasi oleh BSSN?" lanjutnya.
Lalu dalam pasal 38 ayat 1 disebutkan bahwa BSSN melakukan penapisan terhadap konten dan aplikasi elektronik yang mengandung muatan perangkat lunak berbahaya untuk mendukung upaya pelindungan terhadap masyarakat pengguna aplikasi elektronik. Padahal ada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Bukankah penapisan adalah wewenang Kominfo? Mengapa RUU ini memungkinkan BSSN menjadi lembaga super yang bisa menjalankan wewenang lembaga lain? Dan ini tidak sesuai dengan prinsip interoperability internet governance di mana banyak organisasi atau lembaga memiliki dan menjalankan fungsi masing-masing," ujarnya.
(asj/fay)