Perlukah Lembaga Pengawas Konten Netlix dan YouTube?
Hide Ads

Perlukah Lembaga Pengawas Konten Netlix dan YouTube?

Agus Tri Haryanto - detikInet
Senin, 12 Agu 2019 22:14 WIB
Ilustrasi. Foto: Gettyimages
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) punya wacana untuk mengawasi konten video di Netflix dan YouTube. Namun berdasarkan regulasi, KPI belum bisa memasuki ranah tersebut. Perlukah ada lembaga baru yang fokus pada pengawasan konten video di internet?

Sampai saat ini, KPI melakukan pengawasan penyiaran baru sebatas layanan free to air alias siaran gratis, misalnya televisi dan radio. Adapun pengawasan tersebut dilakukan dengan mengacu pada Undang-Undang Penyiaran.

Terkait kemungkinan tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menjawabnya ketika ditemui di sela-sela acara Sarasehan Nasional Penanganan Konten Asusila di Dunia Maya di Museum Nasional, Jakarta, Senin (12/8/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Boleh saja diusulkan, tapi kedudukan regulasinya harus jelas dulu. Jangan sampai dilakukan, kedudukan hukumnya tidak jelas nanti malah menjadi polemik lagi," kata Rudiantara.

Sementara itu, mengenai tugas tambahan KPI yang ingin menyasar ranah digital, Menkominfo berujar bahwa wacana itu perlu dibahas dengan lembaga independen tersebut.

"Kalau KPI ada dalam konteks Undang-Undang Penyiaran dan Undang-Undang Penyiaran itu free to air, tapi nanti duduk lah kita sama-sama cek bagaimana caranya," ucapnya.

Diketahui, isu ini bermula dari KPI periode anyar yang baru saja dilantik oleh Menkominfo pada Senin pekan lalu terkait rencana pihaknya ingin konten di media konvensional (televisi hingga radio) juga media baru agar sesuai dengan filosofi bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Agung lalu berbicara soal waktu pengawasan bagi media baru itu.

"Kalau KPI ingin secepatnya, tapi tentu saja kami harus berkonsultasi dengan beberapa pihak, seperti Kemkominfo maupun Komisi I DPR," kata dia di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, pada Senin (5/8/2019) lalu.

Agung menyebut pihaknya masih menunggu UU Penyiaran yang baru. Jika UU belum direvisi, mereka akan berbicara dengan pakar hukum untuk melihat apakah kewenangan KPI saat ini juga bisa diterapkan kepada media-media baru.


"Bagaimana dengan media baru? Langkah kita yang pertama menunggu UU Penyiaran yang baru. Yang kedua, kalau memang UU Penyiaran itu belum segera direvisi, maka kami coba berkumpul dengan para praktisi, para ahli hukum, mungkin nggak UU Penyiaran ini ditafsirkan juga pengawasannya itu melewati media baru," sebut dia.

"Jadi bukan hanya media konvensional juga tapi juga media baru. Nah, kalau ternyata mungkin dan bisa, yaitu menerapkan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) kepada media baru," jelas Agung.


Perlukah Lembaga Pengawas Konten Netlix dan YouTube?



(agt/fyk)