Kisah Menarik Penciptaan Game Fenomenal Clash of Clans
Hide Ads

Kisah Menarik Penciptaan Game Fenomenal Clash of Clans

Fino Yurio Kristo - detikInet
Rabu, 22 Jun 2016 10:19 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Banyak orang keranjingan memainkan Clash of Clans. Tak dapat dipungkiri, game besutan Supercell itu sangat populer. Supercell pun ketiban berkah, mayoritas saham mereka telah dibeli raksasa game asal China, Tencent, dengan nilai tak main main, USD 8,6 miliar atau sekitar Rp 114 triliun.

Supercell saat ini dipimpin CEO Ilkka Paananen yang juga termasuk salah seorang pendirinya. Paananen telah malang melintang di industri game. Dia mendirikan developer game mobile Sumea di tahun 2000, ketika ponsel masih sederhana, layarnya kebanyakan masih hitam putih.

Lalu, dia bergabung ke Digital Chocolate setelah perusahaan itu mengakuisisi Sumea di tahun 2004. Nah, Sumea pun bertambah besar, karyawannya jadi ratusan. Tahun 2010, Paananen dan lima eksekutif Sumea lainnya memutuskan keluar. Mereka mendirikan Supercell.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami memiliki mimpi akan sebuah perusahaan yang tidak ada proses lama, tak ada birokrasi, di mana orang orang terbaik bisa konsentrasi melakukan hal terbaik mereka, menjadi kreatif dan menciptakan game," kata Paananen yang detikINET kutip dari Wired.

Itulah sebabnya sejak awal, Supercell tak banyak karyawannya. Saat ini saja atau enam tahun sesudah berdirinya, perusahaan asal Finlandia ini hanya memiliki total 180 pegawai.

Proses pembuatan game biasanya sederhana saja. Mereka memasang deadline untuk membuat sebuah game. Jika sudah jadi, game itu ditunjukkan ke semua karyawan dan dimainkan. Kalau disukai, game itu akan dikembangkan, jika tidak ya dimatikan.

Jika sebuah game dimatikan, mereka malah merayakannya dengan membuka botol sampanye. "Kami sungguh ingin merayakan bukan kegagalannya, namun pembelajaran yang datang dari kegagalan itu," kata Paananen.
Ilkka Paananen

Baca juga: Menjelajah 'Benteng' Pembesut Clash of Clans

Kelahiran Clash of Clans

Seperti umumnya perusahaan baru, Supercell awalnya harus berjuang dulu untuk sukses. Tahun 2011, mereka merilis game multiplayer bernama Gunshine di Facebook. Game yang dinilai bagus namun terlalu kompleks untuk user Facebook. Gunshine gagal menarik minat.

Gunshine akhirnya dimatikan dan Paananen agak pusing. "Kami memiliki tim yang sangat senior, pengalaman sudah lebih dari sepuluh tahun dan belum punya apa apa. Situasinya menjadi sekarang atau tidak sama sekali," kenang Paananen.

Pada Januari 2012, Supercell memiliki lima game yang sedang mereka kembangkan. Tiga game dinilai kurang baik dan tak pernah diluncurkan. Dua yang diputuskan untuk dirilis adalah Clash of Clans dan Hay Day. Keduanya difokuskan untuk perangkat mobile.

Keputusan yang tepat karena smartphone sedang mendominasi dunia. Di tahun 2011, ada 472 juta smartphone terjual. Di 2014, penjualan mencapai 1,24 miliar. Sebuah potensi sangat besar bagi Supercell.

Untunglah, Hay Day dan Clash of Clans ternyata sukses luar biasa. Terutama Clash of Clans, game strategi yang bikin kecanduan. Game ini bisa dimainkan gratis untuk menjangkau sebanyak mungkin orang. Namun gamer bisa membeli fitur untuk melancarkan permainannya.

Rupanya tidak sedikit gamer rela mengeluarkan banyak uang. Menurut Supercell, ada gamer yang mau menghabiskan sampai 1.600 poundsterling tiap bulan di Clash of Clans.

Sampai saat ini, Clash of Clans masih diminati dan konsisten menempati posisi puncak aplikasi terpopuler baik di platform iOS maupun Android. Supercell pun diminati para raksasa teknologi. Sempat mayoritas sahamnya dimiliki Softbank, kini Supercell menjadi milik Tencent setelah dibeli senilai Rp 114 triliun.

"Deal ini memungkinkan Supercell tetap dimiliki secara privat. Itu hal yang cocok dengan ukuran kecil dan kultur unik kami dibandingkan jadi perusahaan publik di mana yang jadi perhatian kami adalah tekanan dari pasar finansial untuk berpikir jangka pendek,"ucap Paananen. (fyk/ash)