Belakangan ini kita sering mendengar istilah AI atau kecerdasan buatan. Teknologi ini sekarang bisa dijumpai di mana-mana mulai dari aplikasi yang kita pakai sehari-hari seperti Google Maps yang bisa menyarankan jalan yang paling pintas dan sekalian memprediksikan berapa waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke tujuan.
Di dunia fotografi digital juga banyak memanfaatkan AI. Belakangan ini pabrikan kamera baik kamera digital mirrorless atau kamera ponsel sering digadang-gadangkan teknologi AI di kameranya untuk berbagai jenis kebutuhan, misalnya sistem autofocus yang katanya bisa mengenali bukan hanya wajah dan mata tapi juga kepala, badan manusia dan juga subjek foto lainnya.
AI juga digunakan untuk memproses foto secara otomatis supaya terlihat indah dan siap untuk di posting ke media sosial. Dari dulu, teknologi AI sebenarnya sudah bisa kita temui di kamera digital yang mode otomatisnya dapat mengenali berbagai skenario foto dan secara otomatis memilih setting yang pas.
Dalam perkembangan berikutnya, software editing foto juga semakin canggih. Salah satunya adalah feature content aware dan generative fill, yang bukan hanya dapat diandalkan untuk menghilangkan hal-hal yang tidak diinginkan di dalam foto, juga untuk memperluas foto.
Awalnya teknologi ini hanya bisa digunakan di area yang kecil saja, tapi saat ini bisa diaplikasikan ke daerah yang lebih luas seperti langit. Dengan AI, software dapat mendeteksi dan memilih area langit secara otomatis dan kita bisa ubah secara otomatis warna nya, kecerahannya atau bahkan diganti langitnya dari foto lain.
Demikian juga untuk foto portrait, software dengan piawai dapat mendeteksi bukan hanya daerah wajah tapi juga mata, alis, bibir dan lain-lainnya dan melembutkan area kulit dan meningkatkan warna bibir secara otomatis.
Beberapa bulan belakangan software yang otomatis membuat gambar photo-realistik semakin populer. Misalnya ada software yang bisa membuat gambar berdasarkan prompt (perintah/instruksi) dari penggunanya.
Misalnya kita butuh gambar apel, maka kita tinggal tulis saja dengan detail lighting, background, jenis apel dll yang kita inginkan dan software ini akan membuatkannya buat kita. Hasil gambarnya terlihat realistik karena software ini telah mempelajari berbagai macam foto apel dan subjek lainnya dari foto-foto yang pernah dibuat dan dibagikan di internet.
Nama teknologi ini adalah machine learning artinya dengan memberikan data atau referensi ke software, ia bisa belajar sendiri dan membuat sesuatu dari tidak ada jadi. Lantas apa artinya pengembangan teknologi ini untuk fotografer atau digital artist? Untuk foto/gambar yang generik, sepertinya di masa yang tidak lama lagi tidak dibutuhkan manusia lagi untuk membuatnya dari nol. Teknologi ini akan mengancam pekerjaan sebagian fotografer yang menjual stock photo.
Mungkin ini kabar buruk bagi fotografer, tapi saya percaya bahwa jika Anda punya karya yang unik yang sulit dibuat atau diperoleh kemungkinan besar masih akan dibutuhkan. Fotografer yang bekerja di segmen lain seperti fotografer event, portrait, wedding, commercial dan lain-lain tentunya tidak perlu khawatir karena perusahaan-perusahaan tetap akan membutuhkan jasa fotografer profesional.
Secanggih-canggihnya AI di dalam kamera, sampai saat ini masih belum bisa menggantikan kreativitas manusia dalam hal estetika/seni. Misalnya untuk komposisi, menata lighting dan memotret pada waktu yang tepat, demikian juga dalam memilih dan memproses foto.
Bagus tidaknya teknologi AI ini tergantung pada bagaimana kita menyikapinya. Yang pasti teknologi ini akan mengubah bagaimana cara seniman membuat karya. Yang mengabaikan teknologi ini akan ketinggalan zaman. Sebaliknya fotografer yang pintar dalam memanfaatkan teknologi ini akan berkembang. Teknologi AI membuat proses pemotretan dan editing foto menjadi semakin efektif dan efisien.
Sistem autofokus yang canggih akan menghasilkan lebih banyak foto yang berhasil, dan membuat fotografer dapat mengalihkan perhatian ke hal non-teknis lainnya seperti estetika, mood dan cerita sebuah karya. Software seperti Midjourney yang dapat membuat gambar hanya berdasarkan "prompt" dapat digunakan sebagai referensi dalam mengembangkan konsep foto, misalnya untuk menyusun mood board.
Meskipun luar biasa, teknologi AI sebaiknya jangan terlalu dianggap enteng, kamera dan software yang ditenagai AI bukan berarti kita hanya perlu menekan tombol dan tidak perlu mempelajarinya. Pengalaman saya memberi pelajaran bahwa semakin canggih alat yang kita gunakan, semakin rumit settingnya. Jika salah setting hasil foto tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Simak Video "Video Experience Analisis Kondisi Kulit Pakai AI "
(jsn/fay)