Cerita Sony yang 'Mematikan' NEX & Memilih Alpha
Hide Ads

Cerita Sony yang 'Mematikan' NEX & Memilih Alpha

Penulis: Enche Tjin - detikInet
Kamis, 02 Jan 2014 11:50 WIB
Ilustrasi (gettyimages)
Jakarta -

Oktober yang lalu, Sony mengumumkan kamera mirrorless dengan sensor gambar full frame yaitu Sony A7R dan A7. Di saat yang bersamaan, Sony juga mengumumkan tidak akan meneruskan branding NEX yang sudah digunakan selama 3,5 tahun.

Pengumuman kamera baru ini menarik, tapi yang tidak kalah menarik lagi yaitu pengumuman tentang NEX, karena pengumuman ini memberikan kita sedikit gambaran tentang fokus pengembangan sistem kamera Sony ke depan.

Meskipun tidak akan ada lagi kamera dengan merek NEX, tapi bukan berarti Sony tidak akan membuat kamera mirrorless penerus NEX 5, 6 atau 7. Bedanya cuma Sony akan mengunakan nama Sony Alpha dan bukan NEX lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebenarnya sayang sekali bahwa Sony tidak mengunakan brand NEX ke depannya karena sudah mulai terkenal di pasaran. Tapi hal ini bisa dimengerti karena Sony tidak ingin membingungkan calon pembeli dengan terlalu banyak merek kamera.

Alasan lainnya mungkin karena brand Sony Alpha identik dengan nama kamera Sony yang bertipe DSLR/SLT yang masih mengunakan cermin di dalam konstruksi kamera dan sensor gambar yang besar.

Alpha memberikan kesan profesional dan berkualitas tinggi. Sedangkan NEX memberikan kesan ukuran yang kecil dan lebih ditujukan ke segmen pasar penghobi fotografi, bukan profesional.

Dengan perubahan nama Alpha dan peluncuran Sony Alpha 7 dan 7R yang memiliki sensor gambar full frame, Sony ingin memproyeksikan bahwa kamera berukuran kecil ini sudah setara atau bahkan melebihi kamera DSLR profesional.

Meskipun nama brand untuk semua kamera Sony yang bisa ganti lensa menjadi satu yaitu Sony Alpha, Sony masih memiliki mount (dudukan lensa) yang berbeda, yaitu A-mount untuk kamera DSLR dan SLT, dan E-mount yang lebih kecil untuk kamera mirrorless.

Setiap mount memiliki lensa dengan ukuran lingkaran (image circle) yang berbeda: Kode DT dan E untuk image circle-nya cocok untuk kamera bersensor gambar APS-C, tanpa kode dan FE untuk kamera yang sensornya full frame.

Lensa A-mount jumlahnya jauh lebih banyak dari E-mount, dan hanya bisa didudukkan ke kamera E-mount dengan mengunakan adapter khusus. Sayangnya, pemakaian adapter ini merepotkan karena menurunkan autofokus dan membuat proporsi ukuran kamera dan lensa tidak seimbang.

Sebenarnya Sony Alpha SLT dengan A-mount adalah produk yang inovatif karena mampu autofokus dengan cepat saat mengunakan live view dan merekam video.

Kebanyakan kamera DSLR biasa kinerjanya akan lambat saat autofokus dengan live view. Kurang suksesnya Sony Alpha untuk mendominasi pasar 7 tahun terakhir ini saya kira lebih karena Sony dianggap tidak konsisten dalam mengembangkan ekosistem lensa dan layanan purna jualnya.

Tidak seperti merek lain yang terus menerus mengembangkan produk dan koleksi lensanya, Sony lebih suka untuk berinovasi membuat sistem kamera yang baru.

Berinovasi memang penting terutama saat ketinggalan dari produsen lain, tapi jika dalam waktu 3-4 tahun fokus pengembangan produk selalu berubah, pelanggan akan kehilangan kepercayaan dan sulit untuk setia.

Dengan adanya Sony A7 dan A7R, Sony menunjukkan bahwa kamera profesional ke depannya tidak harus berukuran besar secara fisik. Tapi Sony tampaknya juga ragu untuk mematikan A-mount dan berkonsentrasi penuh dalam sistem mirrorless yang memiliki masa depan yang lebih baik.

Setelah 7 tahun sejak Sony meluncurkan kamera DSLR Sony Alpha 100, sistem kamera ini termasuk dalam tiga besar, tapi kalau dilihat dari statistik pangsa pasarnya, sistem DSLR Alpha masih jauh tertinggal dari dua sistem kamera DSLR lainnya.

Melalui inovasi Sony A7 ini, Sony berharap akan mampu bisa menarik penghobi fotografi ataupun profesional untuk bergabung.

Di masa depan, kemungkinan Sony akan berkonsentrasi ke sistem mirrorless saja. Tapi di saat sekarang, untuk menghentikan pengembangan A-mount untuk kamera DSLR Sony rasanya kurang bijak, karena akan sangat mengecewakan oleh pelanggan Sony yang setia selama 7 tahun belakangan ini.

Maka itu, Sony menjanjikan akan meluncurkan kamera SLT baru dengan A-mount tahun depan dengan kelebihan untuk memotret fotografi aksi dan merekam video di tahun depan.

Menurut saya, janji peluncuran kamera SLT baru di tahun 2014 hanya upaya Sony membeli waktu, seperti Olympus yang baru-baru ini akhirnya memutuskan untuk menghentikan pengembangan kamera DSLRnya.

Untuk mencegah tersalip oleh sistem micro four thirds yang didukung Olympus dan Panasonic, Sony membutuhkan fokus yang lebih ke pengembangan sistem mirrorless, dan jangan terlalu cepat mengubah sistem kamera secara keseluruhan.

Kembali ke papan gambar dan merancang kembali dari awal memang lebih menyenangkan dan mudah dilakukan, tapi yang menang pada akhirnya adalah perusahaan yang mampu mengembangkan fitur dan kualitas produk secara terus menerus meskipun memiliki menghadapi keterbatasan dan rintangan.

Β 

Yuk, belajar fotografi, editing dan ikut tur fotografi dengan infofotografi.com

(ash/ash)