Sejak Februari 2024 lalu, Departemen Keamanan AS (Pentagon) menerapkan pemakaian algoritma machine learning (ML) untuk serangan udara mematikan di Irak dan Suriah.
Algoritma ML berbasis kecerdasan buatan (AI) ini dipakai untuk mengidentifikasi lebih dari 85 serangan udara di Irak dan Suriah. Berdasarkan CTO United States Central Command (CentCom) Schuyler Moore, Pentagon mulai menggunakan teknologi AI di medan perang sejak Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023.
Menurut Moore, serangan Hamas yang mengejutkan tersebut mengubah segalanya. Termasuk membuat Pentagon memutuskan untuk mengerahkan algoritma AI yang dibuat lewat Project Maven, yang sebelumnya belum pernah dipakai sama sekali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"7 Oktober mengubah segalanya. Kami langsung beralih ke kecepatan tinggi dan tempo operasional yang jauh lebih cepat dibanding sebelumnya," kata Moore.
Sebagai informasi, Project Maven pertama dikembangkan sejak 2017. Tujuannya untuk menerapkan teknologi ML dalam mengidentifikasi target serangan di medan perang, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Jumat (1/3/2024).
Algoritma Maven didesain untuk membaca rekaman video dari drone untuk bisa mengenali tentara ataupun menilai potensi target serangan udara. Sejak 2 Februari, CentCom mengidentifikasi dan menghancurkan roket, misil, drone, dan fasilitas militer musuh menggunakan AI Maven.
Moore mencoba meredam tudingan bahwa algoritma pengenalan objek oleh Maven ini dianggap punya kemampuan membunuh. Menurutnya setiap tahap yang melibatkan AI tetap membutuhkan validasi dari manusia.
Sejak pertama dibuat, Project Maven adalah topik yang kontroversial. Bahkan, Google yang awalnya ikut dalam pengembangan proyek ini kemudian mengundurkan diri setelah diprotes oleh banyak pegawainya. Namun banyak perusahaan lain yang tetap ikut menggarap AI untuk perang ini bersama pihak Pentagon, misalnya Amazon dan Microsoft.
(asj/asj)